Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

5 Cara Mengatasi Tantrum Pada Anak dengan Mudah Ala MamiRey

Konten [Tampil]


tantrum pada anak

Cara mengatasi tantrum pada anak untuk saya tuh, Alhamdulillah lebih mudah. Tentunya semuanya karena Allah tahu kemampuan saya sebagai ibu, which is kesabarannya setipis kulit normal, kadang tipis, kadang tebal, hahaha.

Jadinya dikaruniai anak-anak yang lebih bersahabat dalam hal tantrum. Bukan nggak pernah tantrum ya, pernah dan ada masanya sering tantrum, tapi biasanya sih maminya yang menang, kalau diajak tantrum nggak bisa dibujuk, hahaha.

Oh ya, disclaimer lagi yak.

Semua tulisan ini berdasarkan opini dan pengalaman pribadi saya, boleh banget dijadikan inspirasi, tapi bukan berarti mutlak benar, yak.

Karena menurut saya nih, mengatasi anak tantrum itu, nggak melulu bisa dilakukan dengan satu teori cara tertentu. Semua tergantung situasi dan kondisi anak dan parents-nya.  


Apa itu Tantrum Pada Anak

Tantrum adalah suatu kondisi di mana anak (khususnya) mengeluarkan emosinya secara berlebihan, entah dengan menangis menjerit-jerit, menghentakan kedua tangan hingga kakinya ke lantai, bahkan sampai guling-guling di lantai dan memukul.

Hal ini sebenarnya wajar dan alami, yang sering terjadi pada anak-anak. Normalnya terjadi di rentang usia 15 bulan hingga 6 tahun.

Jika terjadi di luar rentang usia tersebut, maka dipastikan ada yang salah dalam pengasuhan terhadap anak.

Pada dasarnya, perilaku tantrum merupakan sikap agresif yang dilakukan anak untuk bisa keluar dari kondisi yang dirasa kurang atau tidak nyaman.

Beberapa kondisi ketidaknyamanan tersebut, seperti anak merasa lapar, ngantuk, sakit, ataupun keinginannya terhalangi.

apa itu tantrum

Termasuk juga sikap parents yang salah dalam merespon kebutuhan anak, juga ketika diserang atau dikritik, dirampas permainannya atau bertemu dengan orang asing dan lainnya.


Cerita Tantrum Pada Anak Ala MamiRey

Jujur nih ya, saya lupa bagaimana tepatnya tantrum yang terjadi pada anak-anak saya. Penyebabnya adalah, karena anak-anak memang tidak pernah melakukan tantrum yang bikin saya kewalahan.

Sejak si Kakak masih kecil, saya selalu memperlakukan si Kakak bayi sebagai raja, tapi tetap menunjukan bahwa maminya adalah ibu surinya, hahaha.

Which is, sehebat apapun tindakan si Kakak bayi dalam menerima kasih sayang parents-nya, tetap maminya yang berkuasa, wkwkwkw. 

Jadi, ketika si Kakak masih bayi hingga balita, dia tidak pernah benar-benar tantrum sampai bikin saya kewalahan.

Terlebih, ketika saya baru punya satu orang anak, tipe parenting yang lebih saya tekankan adalah, mengajarkan anak tentang pengendalian diri.

Jadi, boro-boro saya membatasi atau mengalihkan perhatian anak dari hal-hal yang bikin dia tantrum. Misal, ketika main ke mall, jika parents lainnya memilih menghindari tempat yang rawan bikin anak tantrum, misal tempat jualan mainan. Saya malah mengajak anak mampir ke toko mainan, hahaha.

Tentunya, dengan sounding terlebih dahulu, bahwa maksud kami mampir hanyalah melihat-lihat saja. Setelah di dalam apakah si Kakak kecil akan nurut dengan hanya melihat-lihat saja?.

Oh tentu saja, tidak beibeh! hahaha.

Ada masa ketika dia manyun, sampai berkaca-kaca dan mulai ingin menunjukan tantrumnya. Kalau udah gitu, ya udah saya tinggalin aja, wakakakak.

Lalu, dengan terpaksa si Kakak mengikuti maminya yang memang nggak bisa dilawan secara frontal gitu. Apakah dia kecewa? tentu saja!.

Tapi maminya selalu punya cara untuk membuat mood-nya kembali membaik, salah satunya dengan pelukan

Ketika adiknya lahir, tantangan tantrum pada anak mulai sedikit terasa menantang buat saya. Berbeda dengan kakaknya, si Adik ketika batita hingga balita sedikit sulit dihadapi ketika tantrum.

Hal ini dikarenakan si Adik sempat mengalami speech delay dan punya karakter yang lebih sensitif.  

By the way, parents tentunya tahu kan, kalau speech delay sangat mempengaruhi tantrum anak. Iya dong, ketika anak menginginkan sesuatu tapi dia nggak bisa atau nggak mau ngomong, sementara parents bingung memahami maksud anak. Tentunya anak bakalan kesal dan melampiaskan dengan tantrum.

Masalahnya, ketika saya bingung memahami maksud si Adik, saya pun harus sabar mengatur intonasi dan volume suara ketika bicara. Karena ketika intonasi meninggi dikit aja, udah dah yang ada si Adik bakalan nangis dan makin nggak jelas dah apa maunya.

Lucky me, si Adik mengalami speech delay bukan karena masalah serius dalam pertumbuhannya. Hanya karena dia nggak pernah ketemu orang lain, dan maminya sibuk di depan laptop mulu, hahaha. 

Yang saya lakukan dalam mengatasi tantrum pada si Adik adalah justru 'memaksa' dia untuk belajar bicara. 

Misal, ketika dia menginginkan sesuatu dan dia nggak mau ngomong tapi nunjuk doang. Dijamin maminya bakal diam aja dan mengatakan,

"Ngomong yang jelas, Dek!, kalau enggak mami nggak mau ambilin!"

Lalu saya jalankan aksi nggak mau kalah, biar kata dia nangis jejeritan guling-guling, asalkan saya pastikan di sekitarnya nggak ada yang membahayakan.

Kadang, jika si Adik terlalu lama nangis, saya juga ikutan nangis dan jejeritan, wakakakaka. Lucky me, tetangga kami agak jauhan, jadi nggak masalah jika agak berisik.

Dan biasanya, kalau maminya udah ikut tantrum, si Adik akhirnya mengalah, menenangkan diri, langsung deh saya peluk, dan setelah tenang, saya tanya dengan baik, apa maksudnya.

Nggak bisa dipungkiri sih, kalau kondisi dan situasi yang ada, sangat mendukung hal tersebut. Kalau saya tinggal di tempat yang nggak boleh berisik, apalagi ada eyang atau kakek nenek yang menganut prinsip anak nggak boleh nangis, lain lagi ceritanya.

Dan kalau saya perhatikan, sikap saya yang nggak mau kalah alias tegas dan sulit diperdaya dengan tangisan atau tantrum itu, yang bikin anak-anak nggak berani pakai taktik tantrum untuk membujuk maminya mengikuti maunya, di manapun itu.


5 Cara Mengatasi Tantrum Pada Anak dengan Mudah Ala MamiRey

Jika saya rangkum, ada beberapa cara yang saya lakukan sebagai cara mengatasi tantrum pada anak dengan mudah, di antaranya:

atasi tantrum pada anak

1. Membiarkan anak untuk mengekspresikan emosinya

Hal pertama adalah membiarkan anak mengekspresikan emosinya. Kalau nangis, ya udah nangis aja dulu. Tentunya sambil memperhatikan keadaan di sekitarnya ya, kalau di rumah dan memungkinkan hal itu tidak mengganggu orang lain, ya silahkan.

Tapi kalau kondisinya di tempat banyak orang, dan anak mulai mengganggu kenyamanan orang lain, dijamin maminya ini bakalan membatasi banget jangka emosinya.

Caranya, dengan eksekusi langsung ke poin 5, hehehe.


2. Memeluk anak

Setelah anak puas mengekspresikan emosi dan sudah terlihat bisa tenang, barulah saya melancarkan tindakan andalan saya, memeluk anak.

Alhamdulillah, hal ini manjur banget untuk kedua anak saya, baik si Kakak maupun si Adik. Meskipun reaksinya beda ya. 

Kalau si Kakak, bakalan langsung tenang jika dipeluk maminya. Tapi, untuk adiknya, tentu saja masih ada sisa tantrum, namun biasanya lebih mereda lalu menghilang dengan tambahan sikap maminya yang lain. Misal dipuji, dicium atau semacamnya, yang mungkin bisa disebut dengan mengalihkan perhatian anak dari kekecewaannya.


3. Menanyakan masalahnya

Jika anak sudah sedikit tenang dan bisa diajak bicara, barulah saya minta dia menjelaskan masalah atau maksudnya apa dengan jelas.

Biasanya si kakak lebih mudah menjelaskan apa maunya, kalau si Adik? tentu saja nggak semudah itu, hahaha. Untuk itu, perlu banget manuver yang memutar otak, agar si Adik bisa mengeluarkan maksudnya tanpa mengingat kembali tantrumnya.

Misal, ketika dia belum bisa bicara dulu, saya yang menawarkan dia tentang apa yang dimaksud. Biasanya sih saya sengaja menyebutkan hal yang salah, sebagai pancingan agar si Adik bisa cepat bicara.

 

4. Memberikan pengertian

Jika maksud dan keinginan anak memang tidak bisa saya kabulkan, maka langkah selanjutnya adalah memberikan pengertian sesuai pemahaman anak.

Ini agak mudah dilakukan ke si Kakak, tapi enggak oleh si Adik.

Tentu saja, dia kembali tantrum, tapi untuk case ini biasanya saya lanjutkan ke sikap point 5.


5. Tegas dan konsisten

Ini adalah kuncinya, tegas dan konsisten.

Mau anak nangis jejeritan kek, guling-guling kek, bahkan jedotin kepalanya sendiri (Alhamdulillah sih nggak pernah ya), saya tetap pada pendirian. 

ENGGAK, YA ENGGAK!

Kalau perlu saya tinggalkan langsung, khususnya ketika berada di publik.

Tentunya, sebelumnya saya sudah memastikan kalau di sekeliling anak itu aman, dan jika ditinggalkan di publik, tentu saja sambil tetap diawasi, biar enggak diculik orang *eh, hahaha.

Alhamdulillahnya sih, mungkin karena anak-anak saya tuh udah kek 'ekor' banget buat maminya. Sejak lahir mereka nggak pernah benar-benar pisah dari maminya, jadi 'ancaman' ditinggal mami itu benar-benar manjur buat mereka.


6. Bonus, contohkan ikut tantrum jika memungkinkan

Ini tindakan bonus sih, dan hanya sering saya lakukan ke si Kakak.

Masalahnya, anak-anak itu akan lebih sulit dihadapi jika ada papinya. Dulu, ketika baru ada si Kakak saja, kami sering bepergian bertiga. Saya, papinya dan si kakak.

Udah bisa ketebak dong si Kakak yang kadang tantrum nggak jelas, apalagi kalau saya serahkan ke papinya yang nggak bisa konsisten dalam menghadapi anak.

Biasanya, tantrumnya akan lebih meledak, dan sulit ditenangkan.

Nah jika sudah begini, hal yang bisa saya lakukan adalah ikutan duduk di lantai dan nangis kayak dia, wakakakaka.

I know ini memalukan, untunglah dulu ketika si Kakak masih kecil, orang-orang tuh nggak se 'ndeso' sekarang dalam seenaknya mengambil foto dan video orang lain. Jadi saya nggak pernah masuk lambe turah sebagai mamak yang ikutin anak tantrum, hahaha.

Biasanya kalau udah begini, si Kakak jadi diam, mungkin dia malu liat maminya yang annoying, atau juga dia nggak tahan dengan suara maminya, hahaha.


Kesimpulan dan Penutup

Tantrum pada anak itu normal, sebagai ungkapan rasa ketidaknyamanan yang dirasakan anak. Sementara mereka belum bisa dengan mudah menyampaikan maksudnya seperti orang dewasa.

Hal ini normalnya terjadi pada anak rentang usia 15 bulan hingga 6 tahun, di luar usia itu menandakan ada yang salah dengan pengasuhan parents.

Saya pun mengalami menghadapi tantrum pada anak, dan biasanya ada 5 cara khusus yang sering saya terapkan. Di antaranya dengan membiarkan anak mengekspresikan emosinya, kemudian dipeluk dan ditanyakan masalahnya apa?. 

Setelah itu diberikan penjelasan sesuai bahasa yang anak pahami, dan jika anak tidak bisa menerima, maka tegas adalah langkah terakhir saya yang dilakukan secara konsisten.

Jika memungkinkan, saya contohkan bagaimana annoying-nya being a tantrum person itu, dengan ikutan tantrum, hahaha.

How about you, parents? punya tips lain untuk mengatasi anak tantrum? share yuk.


Surabaya, 29 Januari 2024

Sumber: 

  • Opini dan pengalaman pribadi
  • https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1327/apa-itu-tantrum-pada-anak diakses 29 Januari 2024

Gambar: Canva edit by Rey

1 comment for "5 Cara Mengatasi Tantrum Pada Anak dengan Mudah Ala MamiRey"

  1. Dulu anak pertamaku suka trantum tp hanya dua kali krn dia belum bisa ngomong sehingga keingingannya gak tersampaikan. Setelah bisa ngomong dah gak pernah trantum lagi

    ReplyDelete