Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bagaimana Menjalani LDM dengan Tenang dan Bahagia Ala MamiRey

Konten [Tampil]

 bagaimana menjalani ldm

Bagaimana menjalani LDM (long distance marriage) dengan tenang dan bahagia Ala MamiRey itu simple. Tips umumnya adalah menerima kondisi dan menyerahkan sama Allah.

Tapi, tentunya itu masih bersifat umum ya, yang detailnya tentunya ada.

Sebelum saya menuliskan lebih lanjut, disclaimer lagi, ini cerita ala saya ya, menulis ini untuk merekam cerita sekaligus sharing. Dan ini tidak mutlak benar, tergantung kondisi masing-masing.

Dan sebelum ada yang komen,

"Kalau saya nggak mau LDM, mending ikut ke manapun suami pergi!"

Oh ya, sama!

Saya juga anti LDM kok, sayangnya cuman berhasil mempertahankan anti LDR, giliran kena LDM, sekuat apapun saya melawan. Eh kalah oleh keadaan, hehehe.

Tapi sekarang it's oke, insya Allah udah lebih tenang dan menerima kondisi. Dan untuk itulah saya ingin share, bagaimana bisa, saya yang dulu anti hubungan jarak jauh, eh ujungnya menyerah juga pada kondisi LDM. 


Apa Itu Pasangan LDM dan Apa Perbedaan LDM dan LDR?

Pasangan LDM atau long distance marriage adalah pasangan suami istri yang harus menjalani hubungan jarak jauh karena suatu kondisi, biasanya karena faktor pekerjaan atau semacamnya.

apa itu pasangan ldm

Sedangkan perbedaan LDM dan LDR adalah, LDM biasanya identik dengan hubungan jarak jauh oleh pasangan suami istri. Sementara LDR atau long distance relationship bisa diartikan kepada hubungan apapun, termasuk hubungan jarak jauh pasangan yang belum menikah. 

Biasanya, jika penyebab LDM faktor terbesarnya adalah pekerjaan, sementara LDR bisa karena beberapa hal lain, misal karena tempat tinggal yang berbeda atau semacamnya.


Cerita Terpaksa Menjalani LDM

Anyway, saya sudah beberapa kali menuliskan tentang cerita LDM atau opini saya tentang hubungan jarak jauh.

pengalaman menjalani ldm

Bisa baca di tulisan hal-hal yang tidak boleh ditanyakan pada pasangan LDM, atau plus minus menjalani hubungan LDM ala MamiRey.

Yup, saya adalah wanita yang say big no banget pada hubungan jarak jauh. Bahkan ketika belum menikah dulu, saya rela meninggalkan kesempatan jadi PNS di Buton, demi nggak mau jauhan dengan si Kakak pacar (setidaknya salah satu alasannya, ya itu!).

Ketika sudah menikah dan punya anak, saya rela menjadi IRT, demi bisa jaga anak dekat suami yang kala itu sedang bekerja di Jombang, Jatim.

Sayangnya, semua idealisme saya tentang harus ikut ke manapun suami pergi itu, hanya bisa bertahan sebelum si Kakak masuk SD.

Setelah si Kakak masuk SD, terlebih udah punya 2 anak, duh yang namanya gandolin suami ke manapun dia pergi itu kayaknya tidak recomended dan semudah itu deh.

Selain karena pak suami emang bukan pekerja yang tetap, pun juga kerjaannya pindah-pindah mulu. Kebayang dong bagaimana rempongnya dan kasiannya si Kakak yang terpaksa bolak balik pindah sekolah?.

Di sisi lain, mencari pekerjaan yang dekat keluarga juga tidak semudah itu. Dan opsi saya ikutan kerja buat cari uang pun, bukan menjadi sebuah solusi, karena kondisi anak-anak yang udah 2 orang, kebayang kalau dititipin di daycare, abis berapa tuh? hiks. 

Karena pertimbangan itulah, mau nggak mau saya terpaksa memaksa hati untuk membantu pola pikir, agar mau berpikir kalau, it's oke! tidak semua hal di dunia ini harus sesuai dengan idealisme saya.

Beberapa di antaranya, akan terjadi di luar kendali saya, dan it's oke, itu bukan akhir dunia!. 

Dan Alhamdulillahnya juga, Allah nggak kasih saya kondisi LDM yang langsung gitu, terjadinya perlahan, dengan banyak konflik tentunya.

Ya kali saya bisa dengan mudah menerima semua hal di hidup ini, tanpa adanya pelajaran sebelumnya?.

Di mulai dari berpisah dengan paksu seminggu sekali, lalu 2 minggu sekali, kemudian sebulan sekali, sampai akhirnya sekarang 3 bulan sekali.

Dan Allah juga nggak kasih semuanya mulus gitu, ada begitu banyak konflik, yang akhirnya membantu saya untuk bisa dengan sedikit lebih mudah menerima kondisi hubungan jarak jauh. Salah satunya karena hubungan saya dengan papinya anak-anak akhir-akhir kemaren makin nggak sehat.

Jadi, semacam Allah kasih solusi dengan jarak, biar kami punya space untuk bisa instropeksi diri. Apakah dengan LDM hubungan membaik?

Oh tydack semudah itu beibeh, hahaha.

Namun setidaknya hati saya lebih tenang, anak-anak juga nggak perlu liat parents nya yang berantem mulu.

See, selalu ada hikmah positif, meski mungkin di mata orang secara umum, itu juga bukanlah sebuah hal yang sempurna atau umum.

Tapi, whatever!

Saya udah merasa terlalu tua untuk selalu dikontrol oleh idealisme yang bikin cepat tua dan mati gegara sakit hati mulu, hahaha. 


Bagaimana Menjalani LDM dengan Tenang dan Bahagia Ala MamiRey

Mungkin karena itulah yang membuat saya saat ini jauh lebih tenang menjalani hubungan jarak jauh. Bahkan tau nggak, saya tuh tidak merasa kesepian seperti yang sering melanda banyak pasangan LDM.

bagaimana menjalani ldm

Well, mungkin ada sih, tapi jarang dan nggak pernah bikin saya down banget. Salah satunya, ketika anak-anak sakit, atau saya sendiri yang sedang sakit.

Ya karena LDM, hidup sendiri, satu-satu nya yang bisa diharapkan sebagai pelindung anak ya saya, nggak ada orang lain.

Terlebih saya tipe orang yang super sungkan menyusahkan orang lain. Ketika masa sakit itu datang, ada masa saya pengen nangis aja, karena bukan hanya nggak ada tempat berbagi langsung. Tapi juga nggak ada tempat mengadu, karena komunikasi kami nyaris nggak ada, hahaha.

Namun, masa itu nggak lama kok, cuman beberapa menit saja. Menit berikutnya, ya saya udah tenggelam dalam kesibukan as single fighter mom pejuang LDM.

Sibuk bin rempong bookk!.

Apa itu kesepian? apa itu sedih? nyaris kagak sempat saya rasakan, saking rempongnya, hahaha.

Setidaknya begini caranya, bagaimana menjalagi LDM dengan tenang dan bahagia ala MamiRey:


1. Belajar menerima kondisi LDM 

Ini tips paling utama sih, bagaimana bisa kita menjalani kehidupan apapun, termasuk kondisi LDM dengan tenang dan bahagi. Ya terima kondisinya.

Nggak mudah sih, butuh waktu dan perjuangan.

Tapi, kalau kita nggak mau merelakan hati dan pikiran untuk menormalisasi, bahwa hidup tidak selalu bisa kita kendalikan, ya kita sendiri yang bakalan susah dan stres.

Cara khususnya, mungkin karena saya banyak menulis ya. Menulis buat saya tuh ibarat healing terbaik yang bisa dilakukan as a single fighter mom.

Karena, bahkan udah curhat ke psikolog pun, belum bisa untuk benar-benar menenangkan hati. Semua nasihat psikolog kok rasanya cuman kek menghakimi, cuman menyalahkan.

Meskipun itu benar dan bagus adanya ya, tapi percuma tauk kalau kita memasukan sebuah 'obat' pun, tapi 'sampah' dalam pikiran belum dikeluarkan.

Jadinya, boro-boro jadi lebih baik, yang ada jadi nambah pikiran, karena biaya psikolog itu nggak murah, hahaha.

Dari situlah, saya putuskan untuk curhat di tulisan aja, gratis, dan nggak perlu ada yang menghakimi, termasuk nggak ada yang ikut adu nasib, hahaha.

Dan dari menulis dan menulis itulah, pelan-pelan pikiran saya mulai lebih baik, semua overthinking terurai perlahan, dan hasilnya saya akhirnya bisa sedikit demi sedikit belajar menerima kondisi.

Kalau hidup udah bisa menerima kondisi, yakin deh, berkurang banyak dah beban di hati dan pikiran, karena menurut saya nih ya, hal yang bikin kita stres itu aslinya bukan orang lain, tapi pikiran kita sendiri.

Selama kita bisa mengendalikan pikiran sendiri, mau apapun yang terjadi pada kita, kondisinya gimana pun, insya Allah bisa kita hadapi dan lalui dengan tenang.

Jadi, kamu udah tenang Rey?

Belom setenang itu, off course! Tapi setidaknya saya tidak lagi memelihara over thinking yang bikin pikiran jadi berat.

Hidup udah berat, biaya hidup mahal, nggak usah dah ditambahin dengan hal yang sebenarnya nggak terlalu berpengaruh banyak untuk kehidupan keluarga kita, hahaha.  


2. Menyerahkan semua yang di luar kontrol diri ke Allah

Cara selanjutnya adalah, menyerahkan semuanya kepada Allah.

Khususnya buat overthinking kita tentang apakah pasangan tetap bisa dipercaya ketika berjarak dengan kita?.

Ya ampuuunn, terlebih di tengah maraknya berita perselingkuhan yang jadi trending gegara dilakukan para publik figur. Tentunya masalah kesetiaan ini menjadi momok terbesar bagi pasangan LDM.

Tapi, ya sudahlah.

Mikirin pasangan LDM yang setia apa selingkuh itu, bikin cepat keriput dan mati, hahahaha. Toh juga nggak ada yang bisa saya lakukan, semua di luar kontrol saya.

Dan untuk semua hal yang di luar kontrol saya, ngapain juga harus menjadi sebuah beban yang harus dipikirkan sampai mental terganggu, ye kan.

Serahkan saja sama Allah.

Doakan, mau godaan sebesar gunung, Allah lah kunci yang maha pembolak balik hati manusia. Jadi, sikap saya bukan lagi tentang how i believe in husband.

Tapi saya percaya, Allah akan selalu memberikan saya kehidupan sesuai apa yang saya perjuangkan. Kalau saya setia dan fokus ke hal-hal baik, saya yakin banget semua kebaikan akan selalu menghampiri saya. 

Dengan demikian, masalah overthinking, pasangan bakal setia nggak sih?. Pasangan nggak pernah kasih kabar apa dia lagi asyik dengan lainnya nggak sih?.

Kagak ngurus!. 

Itu di luar kendali saya yang terpisah jarak ribuan KM eh bahkan puluhan ribu KM dengan papinya anak-anak.


3. Fokus ke diri sendiri dan anak

Cara terakhir adalah fokus ke diri sendiri.

Boro-boro sibuk memelihara pikiran, apakah suami setia di belahan bumi lain itu?.

Apakah dia tidak akan selingkuh?.

Ah ribet, mending memastikan saya dan anak-anak baik-baik dan sehat di sini, dan yang terpenting, saya nggak selingkuh.

Kalau suami selingkuh di tempat yang jauh, itu urusan dia dan di luar kendali saya. Tapi kalau saya selingkuh, apalagi jika ada kesempatan besar untuk selingkuh. Itu tentunya sudah menjadi kendali diri saya yang harus bisa dikendalikan.

Boro-boro mikirin, apakah suami di sana hidupnya produktif, rajin shalat dan lainnya. Ya elah ribet dan nambahin pikiran aja. Ngurus anak sendiri, ditambah kudu cari uang itu, ampuuunnn capek dan ribetnya.

Males banget nambahin pikiran dan beban dengan mikirin hal di luar kendali. Mending memastikan diri agar hidup saya produktif, selalu rajin shalat, rajin meminta sama Allah. Bisa menjadi ibu yang baik, khususnya menjadi manajer terbaik bagi anak-anak

Jadi ya gitu, fokus ke diri sendiri, ke anak-anak. Itu aja udah capeknya minta ampun. Dan perasaan capek itulah yang amat membantu saya, dalam menjalani LDM dengan tenang dan bahagia.

Karena capek, ya nggak sempat lagi overthinking

Rempong amat mengerjakan semua seorang diri, nggak sempat lagi menghiraukan apa yang kurang dari hidup saya, setidaknya di mata orang pada umumnya ya.

That's how 'fokus ke diri sendiri' sangat membantu saya dalam menjalani kehidupan dengan kondisi LDM tapi tetap tenang dan bahagia.


Kesimpulan dan Penutup

Pasangan LDM atau long distance marriage adalah pasangan suami istri yang menjalani kehidupan jarak jauh. 

Sedangkan pasangan LDR atau long distance relationship maknanya lebih luas, bukan hanya pada pasangan suami istri, tapi bisa juga pasangan yang belum menikh dan harus menjalani hubungan jarak jauh.

Kondisi menjalani LDM memang tidak mudah, apalagi kalau sudah punya anak. Sayangnya, kadang dunia memang tidak bisa selalu seperti keinginan kita yang nggak mau menjalani LDM.

Dan ketika hal itu tiba, mau nggak mau kita harus mencari cara agar bisa menjalani LDM dengan bahagia dan tenang.

Dalam perjalanannya, saya mengalami kehidupan yang up and down, sampai akhirnya bisa lebih tenang dan bahagia seperti sekarang.

Beberapa cara menjalani LDM dengan tenang dan bahagia adalah, dengan belajar menerima kondisi yang ada, menyerahkan semua hal di luar kendali kepada Allah dan tetap fokus ke diri sendiri untuk melakukan yang terbaik.

How about youparents?.


Surabaya, 02 Februari 2024

#FridayMarriage

Sumber: opini dan pengalaman pribadi

Gambar: Canva edit by Rey

Post a Comment for "Bagaimana Menjalani LDM dengan Tenang dan Bahagia Ala MamiRey"