Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Antara PR Anak TK, Tugas Guru TK dan Tuntutan Kemajuan Sekolah

Konten [Tampil]
pr anak tk

Anak TK dikasih PR sama gurunya? kesal nggak? off course saya kesal. Selain takut anak mudah bosan karena kasih dini dipaksa belajar dan belajar, pun juga saya nggak punya banyak waktu buat nemanin si Adik belajar mulu, hiks.

Jangankan dikasih PR ya, anak saya dipaksa harus bisa calistung ketika baru masuk TK B di sebuah TK Swasta di Surabaya, udah bikin saya shock banget.

Karena sebelumnya si Adik emang masuk TK A di Sidoarjo, which is selama setahunan di TK dia tuh cuman bermain dan bermain. Sama sekali nggak ada tekanan harus bisa calistung.

Pas terpaksa pindah ke Surabaya ikut kakaknya yang masuk SMP, saya keliling kan cari TK, agak bingung karena hampir semua TK yang saya survey, membanggakan anak-anak lulus udah lancar calistung.

Otak saya agak ngehang,

"Ini gimana maksudnya ya? bukankah di TK anak-anak tidak boleh dipaksa harus bisa calistung? dan bukankah test calistung ketika masuk SD itu nggak boleh?"

Tapi jujur saya belum sampai yang benar-benar mengerti situasinya gimana? Bahkan adik ipar saya yang notabene anaknya masuk TK di wilayah tersebut juga terpaksa kudu manggil guru les untuk ngajarin calistung ketika TK.

Di pikiran saya, mungkin itu hanya untuk memenuhi ego adik ipar saya, sebagai ibu-ibu kan dia maunya punya anak yang pintar. Dan sebagai ibu-ibu modern, sungguh saya tidak suka mencampuri gaya parenting adik ipar saya.

Biarin aja dah, orang anak-anak dia sendiri, orang duit-duit dia sendiri buat bayarin lesnya, hahaha.

Namun, semua kebingungan di otak saya mulai terjawab setelah akhirnya si Adik masuk TK di salah satu TK swasta ber-basic Islam.

Baru minggu pertama aja, saya udah shock ditegur gurunya, karena si Adik belum lancar mendikte tulis namanya di papan tulis.

Pertama, menurut saya itu wajar, dan si Adik ini anak baru pindahan dari TK lain. 

Kedua, heh? really? harus bisa nulis dengan lancar?


Belum juga terbiasa dengan rasa shock karena ternyata di TK sekarang, yang namanya calistung itu wajib, eh ternyata ketambahan PR juga dong!.

PRnya setiap hari, dalam seminggu ada 4 hari kerjain PR biasa, dan 1 hari untuk PR hafalan doa atau surat pendek.

Untuk PRnya, bukan hanya anaknya yang kebagian tugas PR, parents-nya juga kebagian PR. Karena bentuk PR tersebut adalah di mana saya sebagai parents yang harus bikinin soal ke anak, mencontoh pelajaran minggu lalu. Lalu soal tersebut dikerjakan oleh si Adik.

Meski awalnya kesal dan ngomel, ujung-ujungnya ya harus saya kerjakan, karena emang aturan sekolah kayak gitu. Dan ternyata emang semua wali murid udah terbiasa akan hal itu, makanya nggak ada yang protes, selain saya, hahaha.

Untungnya, hal tersebut lama-lama jadi sebuah hal yang baik buat anak, si Adik juga lama-lama terbiasa, dan saya liat dia juga menikmati dengan kebiasaan mengerjakan PR itu.

Jadinya, saya yang awalnya bete, lama-lama ya menerima saja, pegimana dong, udah terlanjur masuk dan bayar lunas uang gedung dll di TK itu. Masa iya uang tersebut dibuang begitu aja lantaran nggak mau ada PR buat anak TK?.

Nah, ketambahan tuh yang PR di weekend yaitu hafalan doa dan surat pendek. Kalau cuman doa tidur mah, doa turun hujan dan doa pendek lainnya, serta surat yang ayatnya pendek dan sedikit, nggak masalah.

Tapi, lama-lama surat pendeknya masuk dalam kategori yang panjang buat saya. Sebut saja surat At Takasur dan lainnya. Ampun dah, maminya.

What im trying to say adalah, saya pernah kok berada di posisi yang kesal banget dengan tuntutan sekolah TK berlebihan, bahkan menyalahi kurikulum yang disarankan Diknas. 

Tapi, lama-lama saya menyadari, ya itu kan juga salah saya, sapa suruh masukin sekolah anak di situ, saya akui sih ketika nyari TK buat si Adik kemaren, yang saya tanyakan cuman masalah ke Islam annya aja.

Pas banget nemu sekolah TK tersebut karena si Kakak emang masuk di SMP yayasan itu, jadi biar lebih hemat karena dapat potongan, makanya saya masukin ke TK itu, toh pelajaran ke Islam annya bagus.


Anak TK Banyak PR Bukan Semata Salah Guru

Jadi, tulisan ini sebenarnya tercetus atas sebuah komentar saya akan status orang di platform Threads siang tadi.

Dalam tulisan itu, diceritakan bahwa ada ibu yang terpaksa menyobek buku PR anaknya, lantaran nggak kuat lagi membersamai anak TK ngerjain PR setiap hari.

ibu merobek pr anak tk

Apalagi si ibu katanya punya anak 3 yang mana kesemuanya masih kecil-kecil. Saya liat konten itu dan baca komentar yang ada, rata-rata tuh menyalahkan ibu maupun gurunya.

Saya ikutan komentar dong, bahwasanya saya merasa lucu dengan kebanyakan komentar yang ada, apakah mungkin pada belum punya anak?. Jadi nggak tahu bagaimana beratnya menjalani takdir sebagai ibu anak 3.

Menurut saya, ibunya nggak salah, dia demikian karena kelelahan. Guru TK juga tidak sepenuhnya salah, karena menurut saya guru melakukan hal itu bukan hanya atas kemauannya sendiri, melainkan untuk menjalankan target kurikulum yang berlaku di sekolah tempat dia mengajar.  

Ye kan, sama kayak guru TK si Adik yang mengharuskan si Adik bisa calistung dengan lancar, hafalan doa dan surat pendek yang panjang dengan lancar. MESKIPUN ENGGAK MEMAKSA YA!

Nggak mungkin banget gurunya yang maksa, kalau sekolah nggak bolehin ada PR buat anak TK.

Eh ternyata komentar saya itu, mendapatkan balasan dengan tulisan yang menurut saya itu agak ngegas, karena pakai tanda seru (!!).

"Gimana ceritanya gurunya ga salah? Anak TK tiap hari dikasih PR itu jelas salah gurunya. Entah ga paham kurikulum atau gimana?. Setiap hari lho ini. Dan anak TK!!!"

komentar sok tau di threads

Demikian balasan komentar dari akun Threads @nikenayupratiwi_dr 

Wew, saya sedikit kaget bacanya. Maksudnya kan, dia bisa menulis dengan sedikit lembut seperti:

"Maaf Mbak, kalau menurut saya (selalu pakai MENURUT SAYA!) gurunya salah, karena anak TK dikasih PR setiap hari itu terlalu berat, dan kurikulum anak TK seharusnya nggak gitu"

Kalau gitu kan lebih 'enak' dibaca ya.

Saya yang baca komentar demikian, mau balas panjang lebar juga percuma, selain karena keterbatasan karakter tulisan di medsos tersebut, pun juga saya pikir orang seperti ini percuma dijelasin sedikit-sedikit.

Eh ketambahan lagi saya 'diceramahin',

"Anak Paud dan TK itu tugasnya cuma sosialisasi, main, melatih fokus dan motorik. Bukan suruh Calistung. Coba banyakin literasi Bun!...

literasi pendidikan bagi blogger

Uwooowwww, ini mah udah terang-terangan menuduh saya bodoh karena nggak punya literasi pendidikan.

Sekalian saja saya jawab dengan mengangkat dia setinggi bumi, mengatakan bahwa saya bodoh dan minta dikasih pencerahan dari si ibu yang banyak literasi itu.

Nggak lupa saya kasih tahu, bahwa emang literasi saya sedikit, makanya cuman bisa nulis 2000 artikel di blog dan akun UGC, sama 3 buku antologi.

Sempat dijawab kalau artikel di blog itu nggak keren, yang keren itu artikel ilmiah.

Ah si ibu, yang keren itu artikel yang kayaknya receh tapi dibaca orang, bukan yang keliatannya berbobot tapi orang malas baca karena membosankan, hahaha.

Karena itulah saya menuliskan tulisan ini, biar lebih panjang dan jelas.

Bahwasanya, i know so well bahwa kurikulum anak TK memang seharusnya cuman bermain, atau belajarnya pakai metode main, untuk melatih motorik kasar halusnya, untuk melatih kemandirian anak. 

Menurut saya, hal penting yang harus anak kuasai ketika masuk SD ya kemandirian. Jadi, alih-alih harus menciptakan anak yang hebat dalam calistung, mending pastikan anak masuk SD sudah bisa mengerti najis dan tahu cara membersihkan najisnya sendiri.

Ini penting banget loh, agar guru SD lebih fokus mengajar calistung, bukan sibuk antarin anak-anak bolak balik ke toilet karena anak nggak mandiri.

Tapi ya balik lagi, setiap sekolah tuh ternyata punya aturannya masing-masing, dan nggak tahu gimana, seringnya Diknas entah nggak ngerti, atau ngerti tapi cuek atau gimana deh.

Kalau saya liat-liat, di beberapa daerah di kawasan sekolah anak saya, semua TK sangat terobsesi dengan calistung, karena emang anak masuk SD dituntut sudah bisa calistung.

Itu salah?

Tentu saja salah! tapi kenyataan di lapangan demikian. Sebagai ortu murid, tidak semua orang bisa dengan enteng protes dan menolak memasukan anak di TK demikian, lalu nyari TK yang benar-benar punya kurikulum lebih ringan khas anak TK.

Kayak saya ya, sekalipun dulu mungkin sebelum memasukan si Adik ke TK sekarang, saya tahu kalau obsesi TK itu tinggi banget terhadap calistung, tentu saja saya nggak bisa serta merta gagal mendaftarkan si Adik di TK tersebut. Karena saya udah keliling banyak TK di sekitar itu, rata-rata ya terobsesi calistung.   

Kalau mau, ya cari TK yang lebih modern, dan lebih mahal tentunya. Dan nggak semua parents ditakdirkan punya kelebihan ekonomi kan?.

Dan nggak usahlah sok menasihati seharusnya punya anak itu udah dipersiapkan dana pendidikannya. STOP! sebelum Allah tukar kondisi kita, lalu situ ngehek, iya nggak sih? hahaha.

Balik lagi, intinya gitu.

Bukanlah semata guru yang salah ngasih PR setiap hari ke anak TK, tapi guru hanya menjalankan target kurikulum sekolah.

Dan sedihnya, semua parents senang loh karena TK si Adik ini terkenal dengan lulusan TK yang sudah fasih dan menguasai calistung, serta hafalan surat pendek.  


Peranan Parents Mendampingi Anak TK Dan Tuntutan Kemajuan Sekolah

Pada akhirnya, peranan kitalah sebagai parents yang dituntut untuk lebih bisa mendampingi anak secara bijak. Kalau saya, mau nggak mau ya terpaksa ngikutin aturan sekolah, orang udah masuk di situ kan. 

Agar anak nggak stres dengan padatnya pelajaran dan kegiatannya, saya harus bisa ikut serta dalam waktu belajar si Adik.

Dan karena itulah, dari yang awalnya saya bete, lama-lama saya enjoy saja bahkan menganggap kalau waktu mengerjakan PR bersama si Adik tuh sebagai bonding time saya dan si Adik.

Lama-lama dia juga bisa menyesuaikan dan enjoy mengikuti semua aturan sekolah, bahkan semangat setiap kali disuruh ngerjain PR.

Saya juga sedikit banyak kembali teringat akan metode Kumon. Si Kakak dulu kan pernah ikut kumon sejak TK, dan terbiasa ngerjain PR setiap hari sejak TK. 

kegiatan anak tk

Kenyataannya si Kakak nggak stres sih, tapi emang sesekali wajib ditemanin, anak-anak selalu happy kalau bisa belajar bareng sama maminya.

Saya juga mau nggak mau harus belajar menerima aturan dan kebijakan sekolah, apalagi sekolah swasta kan yang kemajuan sekolah dan gaji guru bergantung pada uang dari muridnya.

Kebetulan banget, lingkungannya memang nggak masalah dengan calistung, bahkan banyak parents yang sengaja mengikutkan anaknya les biar pintar calistung. Jadinya ya gitu deh.

Dan begitulah, mengapa saya mengerti saja jika ada ibu yang merobek buku PR anaknya karena kesal dengan PR anak TK setiap hari. Bukan salahnya semata, mungkin si ibu terlalu lelah mengurus 3 anaknya sendiri.

Serta bukan salah gurunya, karena tidak semua sekolah menerapkan kurikulum TK yang sebenarnya, beberapa sekolah TK terpaksa menerapkan kurikulum yang lumayan berat demi tuntutan masuk SD anak-anak muridnya.

How about you, parents?


Surabaya, 6 Mei 2024

Parenting By Rey - Reyne Raea

Sumber: pengalaman dan opini pribadi

Gambar: Canva edit by Rey

Post a Comment for "Antara PR Anak TK, Tugas Guru TK dan Tuntutan Kemajuan Sekolah"