Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

5 Hal yang Dilakukan Setelah Memarahi Anak untuk Meminimalisir Dampak Trauma Ala Mami Rey

Konten [Tampil]
Hal yang dilakukan setelah memarahi anak untuk meminimalisir dampak trauma

Setiap parents sejatinya tidak ada yang mau memarahi anaknya, semua parents pengennya bisa sabar menghadapi setiap tingkah polah anak.

Namun, parents adalah manusia, bukan malaikat, jadinya sekuat apapun menahan amarah, bahkan yang paling sabar sekalipun, pernah juga 'kelepasan' memarahi anak.

Terlebih untuk saya yang memang punya masalah dalam manajemen emosi, rasanya sulit banget menahan amarah kepada sikap anak-anak, meskipun bukan berarti saya sebagai ibu, menjadikan kebiasaan tersebut adalah hal yang biasa ya.

Saya berusaha keras banget untuk bisa memanajemen amarah dan emosi dengan baik, salah satunya peduli dengan kondisi fisik dan mental diri sendiri.

Karena, selama beberapa kali saya amati, kemarahan atau emosi saya yang kurang terkendali itu, selalu murni dikarenakan diri saya sendiri, anak-anak hanyalah sebagai pemicunya belaka.

Karena, pernah juga anak-anak melakukan kesalahan, bahkan yang terbilang fatal.
Toh, saya bisa dengan santai menghadapinya, menasihati anak dengan lembut.
Kadang, anak-anak, khususnya si Kakak terheran-heran melihat sikap saya.

Dan Alhamdulillah-nya, karena sikap saya yang kadang santai menghadapi kesalahan anak-anak, jadinya anak-anak nggak pernah kapok untuk lapor ke maminya, jika berbuat kesalahan, meskipun mereka tahu, lapor ke mami itu... sama aja kek gambling, karena kadang mami bakalan santai dan senyum memahami kesalahan, sambil menasihati.

Tapi, nggak jarang juga, maminya malah 'meledak', lalu ngomel sepanjang 33 KM, wakakakakak.

Jujur, saya sadari banget, bagaimana dampak buruk akan menerpa anak-anak yang sering dimarahi, apalagi marahinnya kayak si Mami Rey, yang suka ngomel dan susah berhenti, bahkan kadang melebar ke mana-mana, huhuhu.

Kadang saya juga udah melihat dampaknya, di mana si Kakak khususnya, udah jadi kayak maminya, pemarah.

Karena itu, saya selalu mengutamakan hal-hal yang bisa dilakukan, untuk meminimalisir dampak trauma anak karena sering dimarahin maminya.

Dan ada 5 hal yang sering saya lakukan, setiap kali emosi mereda ketika akhirnya 'kelepasan' memarahi anak-anak, di antaranya: 
 

1. Memeluk Anak


Alhamdulillah-nya sih, hingga saat ini, kedua anak saya masih suka banget dipeluk maminya.
Baik si Kakak yang sudah berusia 12 tahun, terlebih si Adik yang berusia 5 tahun.

Mengurangi dampak trauma anak dimarahi

Dan sebenarnya, kegiatan saling peluk ini, rutin saya lakukan setiap hari, di pagi hari ketika anak-anak akan berangkat sekolah, dan di malam hari, sebelum keduanya tidur.

Jadi, ketika 'kelepasan' memarahi mereka, setelah tenang, saya mendatangi anak-anak, dan membentangkan tangan.

Alhamdulillah keduanya langsung berhamburan minta dipeluk, meskipun maminya risih karena si Kakak khususnya, pasti bakalan nangis dan air matanya tumpah ruah bikin baju basah.
Si Kakak mah emang gitu, sejak bayi kalau nangis, air matanya seember, hahaha.

Dengan memeluk anak, bikin mereka jadi nyaman, dan bisa release apa yang menghimpit perasaannya, khususnya ketika kesal dimarahin maminya.

Btw, anak-anak, khususnya si Kakak, selalu diam jika maminya marah, kadang bersyukur sih, tapi kadang juga takut, takut si Kakak diam tapi memendam rasa kesal.

Dengan memeluknya setelah dimarahin, anak-anak bisa nangis menumpahkan semua kekesalan yang tertahan, sekaligus bikin maminya lebih mudah melakukan hal-hal berikutnya, untuk meminimalisir rasa traumanya. 


2. Menanyakan Perasaan Anak


Setelah memeluk dan membiarkan anak-anak menangis, nggak butuh waktu lama sehingga akhirnya anak-anak jadi lebih tenang.

Kurangi dampak trauma pada anak

Setelah tenang, saya lalu menanyakan isi hatinya, perasaannya.
Mami: "Kakak sedih, ya? atau marah?" atau "Adik sedih, ya?"
Kakak: "Iya, kakak kesal, soalnya kakak terus yang disalahkan" atau alasan lain, misal dia menjelaskan awal mula kesalahannya.
Adik: biasanya sih cuman mengangguk, nangis dan minta peluk, hehehe.
Efek menenangkan dari pelukan yang diberikan, biasanya bikin anak-anak jadi lebih terbuka dan dengan mudah mengungkapkan isi hatinya.
Entah mengungkapkan kesedihannya, kekesalannya, hingga menjelaskan alasannya.

 

3. Meminta Maaf dengan Tulus


Setelah anak-anak, khususnya si Kakak menjelaskan isi hati hati maupun alasannya, langkah berikutnya adalah, meminta maaf.

Ketika marah kepada anak

Hal ini biasanya saya lakukan 2 kali setiap hari, pertama ketika selepas marahin anak, kedua ketika mau tidur, yaitu ketika ngasih pelukan sebelum tidur, biasanya saya kasih kata-kata afirmasi, seperti:
"Anak sholehnya Mami, anak kebanggaannya Mami, anak sabarnya Mami", dan segala kata-kata yang bersifat pujian.
Setelah itu, barulah saya meminta maaf, dan biasanya si Kakak maupun si Adik juga ikutan minta maaf karena sudah bikin maminya marah.

Selain meminta maaf, saya juga biasanya meminta didoakan oleh anak-anak, agar maminya bisa lebih sabar dan tenang menghadapi anak-anak.


4. Menjelaskan Maksud Amarah Maminya


Bukan hanya meminta maaf, langkah berikutnya yang saya lakukan adalah menjelaskan maksud amarah maminya.

Anak-anak yang dimarahi orang tuanya

Bahwa mami marah bukannya nggak sayang ke kakak maupun adik.
Bahwa mami marah karena nggak pengen anak-anak celaka, atau semacamnya.

Dan juga, mengungkapkan kalau semua kata-kata yang mungkin mami ucapkan ketika marah dengan menyakitkan, adalah kata-kata yang tidak sebenarnya.


5. Mengajarkan atau Menasihati Anak tentang Hal yang Benar Beserta Alasannya


Langkah terakhir adalah, mengajarkan kepada anak, hal-hal yang benar, atau menasihati agar anak tidak mengulang kesalahannya lagi.

Mengurangi trauma pada anak

Misal, anak-anak berantem, kepada kakak saya ajarkan bagaimana berbicara kepada adiknya, dan kepada adik juga saya jelaskan, bagaimana agar kakaknya nggak marah ke dia.

Termasuk kesalahan yang mereka perbuat lainnya, seperti terjatuh maupun menjatuhkan barang, malas-malasan dan semacamnya.

Semua nasihat dan ajaran tersebut, harus diberi penjelasan, karena khususnya si Kakak, udah berada di masa kritis, di mana kalau nggak memuaskan, dia pasti protes, hahaha.

Misal, ketika menasihati Kakak untuk bersuara lembut kepada adiknya, si Kakak biasanya bakalan protes, jika nggak ada alasannya.
"Kok kakak mulu yang disuruh ngalah dan sabar dan lembut?"
Maka maminya akan memutar otak mencari alasannya, seperti:
"Semua manusia, yang usianya lebih tua, otak dan pemikirannya lebih sempurna, Kak! Waktu Kakak berusia kayak Adik sekarang juga, sikap Kakak persis seperti Adik.
Sama kayak mami yang pastinya lebih mengerti banyak hal dibanding kakak, emangnya kakak mau dikasih tanggung jawab kayak mami, jika kakak menilai semua harus sama rata?"
Btw, untuk kasus kakak harus ngalah dari adik, bukan berarti kakak harus ngalah dari semua hal untuk Adik ya! Tapi ini lebih ke sikap, karena tentu saja sikap anak usia 12 tahun dan 5 tahun sangat berbeda.
 

Penutup


Memarahi anak memang sebaiknya tidak dilakukan oleh parents, kecuali menasihati dengan lembut.
Tapi, parents kan juga manusia ya, bukan malaikat yang yang nggak dikasih emosi kayak manusia.

Jadi, saya pikir, semua parents, khususnya ibu, pasti pernah 'kelepasan' memarahi anak, bahkan sampai level yang bikin anak sedih berujung trauma.

Untuk itu, selain terus menerus berjuang memanajemen emosi agar tak salah memarahi anak, mengurangi dampak trauma anak akibat sering dimarahi pun, sangat penting.

Dan untuk saya pribadi, setidaknya ada 5 hal yang sering saya lakukan, setiap kali 'kelepasan' memarahi anak, yang dengan ini saya berharap, semoga bisa meminimalisir dampak trauma yang mengakibatkan mentalnya terganggu, karena sering dimarahi parents-nya.


Sidoarjo, 07 Desember 2022


Sumber: pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey

4 comments for "5 Hal yang Dilakukan Setelah Memarahi Anak untuk Meminimalisir Dampak Trauma Ala Mami Rey"

  1. Rey, pas baca ini, aku tuh sebenernya sedang emosi banget Ama anak2 juga. Tapi pelan2 jadi tarik napas dan mikirin kenapa sbnrnya aku ini.

    Krn kita sama sih, aku suka marah ke anak2, bukan Krn mereka yg salah. Palingan salahnya cuma berantakin rumah atau ga ngerti soal pelajaran. Itu bukan salah pun. Yg salah aku, yg ga bisa kontrol emosi. Balik lagi ke awal2 yg mana aku memang ga suka anak2, dan ga mau punya sebenernya. 😣.

    Karena support dari suami, aku udah jauh lebih lumayan saat ini, dibanding awal2 punya anak. Tapiiii tetep aja kadang masih mentrigger emosiku. Si Kaka yg paling sering jadi pelampiasan, dimarahin sampe nangislah.. cuma setelah itu aku nyesel kok Rey. Kenapa harus seemosi itu 😭.

    Pernah pas masih masa2 belajar online, aku sebegitu meledaknya Krn si Kaka ga nangkep2 ttg pelajaran. Selesai belajar, yg ada aku nangis juga trus jadi minta maaf. Baiknya dia, selaluuuu aja maafin maminya 😔.

    Ntahlaah, masih banyak banget yg harus aku lakuin utk kontrol amarah ke anak2. Makanya baca2 ttg tulisan kayak gini, membantu buatku Rey, lebih bisa menahan dan ngeredain emosi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Paham banget deh Mba rasanya, jangankan ya emang dari awal Mba Fanny kurang suka anak kecil, pastinya penuh tantangan banget ya membersamai anak.
      Karena sejujurnya, saya tuh suka banget nget anak kecil sejak dulu, nyatanya sekarang saya alergi ama anak-anak hahaha.

      Semangat buat kita semua para ibu :)

      Delete
  2. Aku lebih sering memeluk anak , sudah lama pelukan lepas dan didiskusikan yang masalahnya agar bisa saling memahami

    ReplyDelete
    Replies
    1. Emang pelukan ibu itu menenangkan banget ya Mba :)

      Delete