Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Suami Malas Bekerja, Ini Penyebab dan Cara Menyikapinya

Konten [Tampil]

suami-malas-bekerja

Suami malas bekerja, sepertinya menjadi masalah dari banyak pasangan yang menikah. Hampir setiap hari, saya membaca curhatan para istri tentang hal ini di grup Facebook KBM (Komunitas Bisa Menulis).

Saya tertarik membahas hal ini, karena meskipun Alhamdulillah saya tidak pernah mengalami hal demikian secara ekstrim. Tapi ada waktu di mana saya merasa lelah banget, karena berasa kok saya lebih rajin mencari uang ketimbang suami ya?.

Jujur juga nih ya, saya bersyukur bisa membaca curhatan seperti ini di media sosial. 

Kok ya?

Iya, karena meski mungkin sebagian orang menganggap curhat tentang rumah tangga di medsos adalah sebuah aib. Tapi justru membaca curhatan tersebut, sangat membantu perjalanan hati saya untuk bisa menerima dan mengikhlaskan, serta memperbaiki hubungan dalam pernikahan.

You know kan ye, sesuatu hal seringnya hanya bisa kita mengerti KALAU KITA JUGA MENGALAMINYA. Dan fakta lainnya adalah KITA HANYA BISA BENAR-BENAR MEMAHAMI SITUASI TERSEBUT, KALAU KITA SEJENAK KELUAR DARI KONDISI TERSEBUT.

Maksudnya gini,

Saya pernah bermasalah dengan suami salah satunya kan karena merasa lelah semacam saya lebih banyak kontribusi ketimbang suami dalam ekonomi rumah tangga.

Terus saya merasa depresi, menulis di beberapa platform dan mendapatkan tanggapan di mana beberapa tanggapan sebenarnya merupakan solusi.

Tapi saya sangat kesulitan memasukan tanggapan berisi solusi tersebut ke dalam pikiran dan melakukannya biar masalahnya clear kan ye.

Jangankan solusi dari tanggapan teman-teman nih ya, bahkan saya sampai ke psikolog dan curhat masalah tersebut dong. Dan si psikolog juga menasihati hal yang sama, bahkan dengan cara dan kata-kata yang lebih masuk akal menurut saya.

Tapi, ya gitu, si Rey kayak masuk telinga kiri, bablas ke telinga kanan dan menguap keluar kepala, hahaha.

Baca di sini : Pengalaman Konseling Dengan Psikolog di Unair


Pengalaman Pribadi Merasa Suami Malas Bekerja

Sebelumnya saya ingin tegaskan ya, masalah suami yang malas bekerja ini saya sempitkan prespektifnya, hanya untuk case suami yang sifat asli atau karakternya bukan pemalas ya.

Karena penyebab suami malas kan ada 2, ada yang memang udah karakternya alias udah dari sononya, sapa suruh mau menikah sama lelaki pemalas kan ye, hiks.

Namun ada juga, bahkan ini buanyak banget sebenarnya terjadi, suami jadi malas bekerja karena sikap dari istri, yang sebenarnya bukan salah istri juga sih ya, tapi emang pola pikir otak lelaki dan wanita itu beda banget.

Oh ya, seperti yang saya tuliskan di atas, sebenarnya masalah yang saya pernah alami tidak seekstrim masalah wanita lainnya ya. Karena selain Alhamdulillah saya bukanlah wanita bucin yang asal memilih lelaki ganteng dan keren untuk dijadikan suami. 

Lelaki yang baik karakternya serta sabar dan bertanggung jawab adalah faktor terpenting buat saya dalam mencari pasangan hidup dulunya.

Dan sudah saya buktikan selama 8 tahun berpacaran sebelum menikah. Di mana bahkan si pacar yang benar-benar mengurusi saya ketika dulu lulus kuliah nggak mau pulang ke Buton. Eh sama mama diputus uang bulanan sementara saya belum dapat kerjaan.

Baca di sini : Cerita Setahun Menganggur Setelah Lulus Kuliah

Dari sikapnya saya tahu, kalau si Kakak pacar tersebut adalah lelaki yang sangat bertanggung jawab. Saya belum jadi istrinya aja tapi benar-benar diperhatikan loh. Beliau juga bukanlah lelaki yang malas, bahkan di rumahnya justru dia yang rajin bantu ibunya masak di dapur, ketimbang saudara-saudaranya yang perempuan.

Dan itu terbawa sampai kami menikah, kalau dia di rumah, kami rebutan kerjain kerjaan dapur, meskipun jujur i hate kalau dia bantuin kerjaan dapur.

Ini alasannya : Suami yang Bantuin Kerjaan Rumah 

Tapi eh tetapi... 

Keadaan jadi berubah setelah kami menikah (setidaknya berdasarkan point of view saya ya). Mulai dari si Kakak pacar yang telah berubah jadi papi suami jadi lebih ngotot dalam memutuskan sesuatu mengenai pekerjaan yang diinginkannya. Sampai juga ada masa saya merasa kok kayaknya saya yang lebih berkontribusi besar terhadap ekonomi keluarga ya.

Atau bisa dikatakan, suami jadi malas bekerja, setidaknya dibandingkan dengan saya yang notabene sebenarnya tak punya kewajiban bekerja mencari uang untuk kebutuhan hidup.

Hal ini semakin terasa ketika anak kedua lahir. 

Rasanya kok beban saya double banget yak.

Sudahlah saya harus mengurus anak kedua sejak lahir sampai detik ini sendiri, saya bela-belain menerjang semua tantangan menyusui dengan alasan agar beban suami untuk membeli susu jadi tidak terlalu berat. 

Saya juga masih harus mengurus si Kakak, terutama menciptakan kebiasaan positif dalam hal akhlak dalam Islam karena si Kakak sekolah si SDI yang biayanya uwoooowwww banget buat keuangan kami.

Semua itu saya lakukan, agar beban suami tidak terlalu berat, dan apa yang suami lakukan yaitu bekerja mencari uang untuk membayar sekolah si Kakak yang buat kami mihil itu, enggak sia-sia.

 

Baca juga : 4,5 Tahun Bersekolah di Sekolah Dasar Islam 

Dengan semua usaha yang saya lakukan, meski itu repotnyaaaa minta ampyun yak! Sementara kalau saya liat tuh, suami kok ya terbilang santai.

Tetap berangkat kerja, seringnya berangkat siang hari, kadang udah ditelpon orang di kantornya baru dia berangkat. Pulangnya sih malam mulu karena lembur terus.

Sampai rumah meskipun tetap bantuin kerjaan rumah, tapi lebih sering ketika dia urus si Kakak, eh tiba-tiba aja terdengar suara dengkuran yang keras.

Dia bobok dong!

Tapi itu sih nggak seberapa, yang bikin saya kesal adalah, si suami tuh ya kadang bikin gregetan banget (eh bukan kadang sih ya, tapi seringnya gitu). Di mana dia tuh semacam cuman mikir saat ini aja, nggak mikir besok, lusa, apalagi setahun ke depan.

Boro-boro nyiapin dana buat setahun ke depan, lah buat besok aja, kadang dipikirinnya pagi hari di hari yang bersangkutan, wakakakakak.

Iya, sekarang saya bisa wakakakakaka ajah, setelah sekian lama mempelajari ilmu pola pikir dan otak lelaki emang BEDAAAAAA BANGET sama kita para perempuan ini yang seringnya familer sama overthinking.

Di sisi lain, kita para perempuan emang nggak salah kan ye. Hidup emang harus ada planning-nya, biar kita nggak gedebrak gedebruk pas tiba waktunya.

Tapi di sisi lain, kita juga sebagai wanita harus paham, cara berpikir lelaki itu beda sama kita, dan itulah seni dari menikah. Di mana kita dituntut untuk mau belajar dan bersabar, agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Selain dari masalah sendiri, dan membaca beberapa fakta tentang pola pikir lelaki. Saya juga sering membaca curhatan banyak istri, dan akhirnya benar-benar mengerti, bahwa i'm not the only one yang jadi 'korban perasaan' gegara beda pemikiran dengan suami.

Bahkan nih ya, saya jadi bisa melihat, sebenarnya akar dan asal mula semua masalah rumah tangga itu ya, karena perbedaan cara berpikir lelaki dan perempuan. 

Dan keduanya tak pernah mau menyadari, kalau suami perlu mengerti isi pikiran istrinya dalam POV wanita. Demikian juga istri, wajib mengerti isi pikiran suaminya dalam POV lelaki.

Jadi, jangan hanya merasa sudah berkorban mengalah dan memahami pasangan, tapi kita memahaminya dari sudut pandang kita sendiri. Kagak nyambung sis aka ukhty!

Maksud dari saling memahami itu, cobalah mengerti pasangan dari sisi berpikir ala jenis kelamin pasangan kita.

Tauknya dari mana?

Belajar beibih! Ini udah 2023, platform belajar udah sangat mudah syekalehhhh...


Nasihat Psikolog Kepada Istri Tentang Penyebab Suami Malas Bekerja

Saya menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk sampai di pemikiran yang (terlihat) bijak di atas, hahaha.

Dan bukan sekadar menghabiskan waktu aja dong ya. Tapi bergelut dengan pemikiran sendiri dan babak belur karenanya.

Tercipta ratusan artikel di blog tentang kegundahan saya, yang sebagian dinilai aib dan terlalu berani, oleh banyak orang.

Baca artikelnya di : Kumpulan Artikel Curhat Tentang Pernikahan  

Bukan hanya di blog, di media sosial, khususnya facebook pun saya cukup menghebohkan dengan tulisan kegundahan yang dinilai orang 'terlalu berani' itu.

Padahal, semua hal itu adalah cara saya bertahan biar nggak mati berdiri, hahaha.

Baca juga : Cerita Bangkit Lagi Setelah Mencoba Mengakhiri Hidup

Namun, hal itu akhirnya membawa saya melakukan hal yang lebih solutif, salah satunya dengan menemui psikolog untuk konseling masalah yang dihadapi.

Nah, di momen itulah saya mendapatkan 'nasihat bijak' dalam POV lelaki, karena psikolognya bapak-bapak kan ye.

Saya coba jabarkan di bawah ini, poin-poin yang masih saya ingat, meskipun jujur baru benar-benar memahaminya sekarang. Dulu tuh, ego saya sulit untuk menerima alasan dari POV lelaki. Bisa dibaca deh bagaimana penyangkalan-penyangkalan yang saya tulis di artikel cerita menemui pak Sanny tersebut.

suami-malas-bekerja

Menurut psikolog, kebanyakan suami yang terlihat malas oleh istri, selain pola pikirnya beda, juga diakibatkan sikap istri itu sendiri.

Begini lengkapnya penyebab suami malas bekerja dan seolah lupa tanggung jawabnya terhadap keluarga:


1. Suami malas bekerja karena istri terlalu dominan 

Ini mah si Rey banget nget nget, dan saya yakin banyak wanita sebagai istri banget nget. Meski kadar dominan saya dengan wanita lain mungkin berbeda yak.

Tapi, hal ini memang sudah saya jalani sejak awal berpacaran dengan si Kakak pacar yang akhirnya jadi suami itu.

Ya, penyebab terbesarnya mungkin karena saya emang membawa inner child dalam hidup sih ya, bikin saya jadi berhati-hati banget dalam menjalani kehidupan. 

Baca juga : Surat Untuk Inner Child yang Terluka 

Saking berhati-hatinya, saya jadi sulit percaya pada siapapun, dan hanya bisa lebih tenang, kalau saya ikut 'berada di depan', memastikan langkah yang saya maupun pasangan ambil, tidak salah (menurut pikiran saya).

Alhasil, nggak usah nanya se-dominan apa deh saya sejak dulu. 

Si kakak pacar sebenarnya bukanlah orang bodoh, malah dalam beberapa hal dia lebih cerdas dari saya. Tapi tahu nggak sih, saya dong yang ngerjain skripsi si pacar. Saya juga yang ajarin dia pas konsultasi dengan dosen pembimbing.

Saya juga yang merevisi semua revisian skripsinya.

Semua hal harus melalui saya, termasuk cara kami menghadapi orang tua masing-masing dalam mengenalkan pasangan kami.

Saya melindungi si Kakak pacar mati-matian di depan keluarga, menciptakan image 'malaikat', biar orang tua saya nggak nanya aneh-aneh apalagi merendahkan si pacar tersebut.

Dan saya juga yang mengajari si pacar bagaimana cara dia menghadapi orang tuanya dalam mengenalkan saya.

Setelah menikah juga sama, semua hal wajib melalui saya. Dan si Rey bakalan ngamuk dan marah besar kalau sayanya nggak setuju, tapi suami tetap nekat melakukan hal itu.

Sebagai contoh pilihan bekerja.

Kami menghabiskan bertahun-tahun berantem masalah pilihan tempat kerja. Saya ngotot ingin suami bekerja di Surabaya saja, biar kata gajinya mungkin awalnya kecil, yang penting dia punya kerjaan tetap.

Sementara suami maunya kerja di proyek, karena dia merasa lebih nyaman dan nyambung kalau kerja di proyek.

Ampun yak si Rey.

Dulu saya menghabiskan banyak waktu untuk ngetik semua alasan dari ngototnya saya terhadap pikiran tersebut. Sekarang mulai tersadar, saya mengkerut dan sedikit malu tapi tetap bangga pada diri sendiri, karena berhasil menyadari di mana simpul kesalahan saya.

Nah, dari semua kelakuan saya di atas yang super dominan itu, dan dilakukan selama bertahun-tahun. Setidaknya ada 8 tahun si pacar benar-benar patuh dan tunduk pada sikap dominan saya.

Kebayang nggak sih, kalau akhirnya kodrat dia sebagai lelaki yang seharusnya jadi pemimpin akhirnya terkikis?

Abis itu si Rey yang akhirnya jadi ibu, tapi harus selalu di depan, buah dari super dominannya bertahun-tahun, jadi capek sendiri kan? kamu sih Rey! hahahaha.

Baca juga :  Suami Perlu Tahu Tentang Sikap dan Kemampuan Istri


2. Karena istri tidak mau mengalah dan percaya sepenuhnya pada suami

Ketika berantem sama suami, atau kami sedang berantem, si Rey yang memang notabene wanita dengan seluruh dramanya, langsung melonglong....

"Aku tuh kurang apa? sekeras apapun aku protes, pada akhirnya aku juga yang mengalah kan?"

Point of view dari kalimat saya itu adalah, memang sih sekeras apapun saya berusaha tampil di depan, memaksakan dominan. Tetap ada saatnya kodrat suami berlaku sebagaimana dia diciptakan dengan otak yang berbeda dari wanita.

Yup, paksu tetap menjalani pilihannya, bekerja di proyek, di luar kota pulak. Dan lucunya emang mungkin jalannya gitu ya, semesta mengamini pilihan si pak suami dong, dan memang dia dapat kerjanya ya di luar kota, di proyek gitu.

Sampai akhirnya saya mengalah, memilih resign dan jadi ibu rumah tangga, serta ikut dia di Jombang, tapi ya setiap hari marah-marah aja terooosss, soalnya aslinya nggak ikhlas, wakakakakaka.

Baca juga :  Bosan Tinggal Di Jombang

Bukan hanya nggak ikhlas, saya juga selalu merasa tidak percaya kalau suami bisa memperbaiki ekonomi keluarga kami dengan pilihannya bekerja di situ.

Jadinya setiap saat kami berantem aja melulu, dari yang cuman ngomel, sampai berantem besar. Semua itu hanya karena saya tidak pernah benar-benar mengalah dan percaya sepenuhnya kepada suami.


3. Karena istri membantu suami hanya setengah-setengah

Selain (terlihat) mengalah tapi nggak ikhlas, sikap saya yang salah juga adalah selalu membantu suami setengah-setengah.

Ini persis kayak nasihat pak Sanny yang akan saya kutip di bawah ini,

"Karena cara Rey salah dalam menghadapi semua masalah dengan suami. Rey mengambil masalah rumah tangga ketika sedang jatuh, dan memperbaikinya sendiri. Lalu setelah masalahnya selesai, Rey mengembalikan tampuknya begitu saja ke suami"

Maksudnya gini, misal kami punya masalah keuangan yang sangat kacau. Meski saya ngamuk, marah, sedih, kecewa dan sebagainya, pada akhirnya masalah yang ruwet itu saya ambil sepenuhnya.

Lagi-lagi saya memimpin dan suami wajib ikut saya.

Sial bagi suami, si Rey ini ya lumayan cerdas (shombhooongggg kamuh Rey!) wakakakakaka. Jadi beberapa kali emang masalah yang saya ambil dan selesaikan itu, ya memang benar-benar selesai secara clear!.

Dan suami yang memang kebingungan, akhirnya pasrah dan menjadi follower saya aja.

Masalah besarnya adalah, karena saya menyelesaikan masalah itu sendiri, suami hanya saya suruh di belakang saja, nurut saja.

Akhirnya, kapan dong suami bisa ikutan belajar? Sementara saya telah 'merusak' kodratnya sebagai pemimpin selama bertahun-tahun?.

Dan bodohnya lagi si Rey ini, sudahlah si suami nggak diajak untuk sama-sama belajar menyelesaikan masalah, giliran masalahnya selesai, tuh masalah yang udah clear, saya lempar begitu saja ke suami.  

Visualisasi yang mudah dibayangkan gini.

Misal kami punya masalah, anggap masalah itu boneka. Boneka itu tiba-tiba rusak, dan suami bingung cara memperbaikinya. Kebetulan saya bisa memperbaikinya, saya ambil tuh boneka. Saya bawa di kamar, saya kunci kamarnya, terus saya benerin deh boneka itu.

Setelah bonekanya berhasil diperbaiki, saya lempar deh boneka itu ke suami. Dan karena boneka itu dibutuhkan dalam perjalanan rumah tangga kami, dan suami nggak pernah tahu cara memelihara dan memperbaiki bonekanya, karena saya nggak mau berbagi caranya.

Akhirnya rusak lagi deh, dan tetep pak suami nggak bisa perbaiki, malah kali ini karena si Rey suka menghujat dan melukai harga dirinya, pak suami nekat memeluk boneka itu, berusaha memperbaiki sendiri, malah jadi kacau karena dia perbaiki otodidak dan nggak punya pengalaman sama sekali untuk itu.

Begitulah masalah rumah tangga kami, dan begitulah maksud pak Sanny, kalau mau bantu suami itu, ya jangan setengah-setengah.

Bantulah dari belakang.

Biar kata para feminist zaman now bilang,

"Melangkahlah di samping suamimu, bukan di belakang suami!"

Susah beibeh!.

Bagaimana suami bisa sepenuhnya menjadi pemimpin, kalau yang dipimpinnya nggak ada, bahkan selalu dibayang-bayangi bahkan disetir oleh yang seharusnya dipimpinnya.

Jadi, yang harus dilakukan istri, sebijaknya membantu suami dari belakang, dan biarkan suami tetap menjadi pemimpin, karena kodrat lelaki emang diciptakan untuk jadi pemimpin.

Baca juga :  Arti Wonder Woman yang Sering Menjebak Para IRT


4. Karena istri membantu suami, tapi melukai harga diri suami

Ini juga paling sering menjadi kesalahan istri, terutama istri shombhong kek si Rey, wakakakakak.

Saking merasa dirinya sering menyelesaikan masalah, jadinya merasa dirinya hebat banget, dan menganggap remeh suami.

Hal ini, bahkan oleh wanita saja pastinya bikin terluka ya, apalagi para lelaki yang harga diri dan egonya memang diciptakan lebih besar.

Masih banyak sih mungkin penyebab suami malas bekerja, tapi di pikiran saya saat ini cuman itu yang melintas sih, hahaha.

Kalau ada yang lain, yuk share di kolom komentar.

Sudah tahu kan apa saja penyebab suami malas?

Apa? masih disanggah ini itu? 

Opini saya di atas itu salah?

Oh dear sis...

Saya amat sangat mengerti hal itu kok, karena saya juga gitu dulunya. Memang nggak bisa serta merta menyadari hal yang kadang terpikir nggak masuk akal di atas.

Hal yang kadang diartikan sebagai patriarkis di atas.

Baca aja deh semua curhatan saya di artikel-artikel lainnya, bagaimana saya juga menyanggah semua poin yang saya tulis dan baru sadari sepenuhnya di atas, hahaha.

Tapi, percaya atau enggak, sebenarnya akar masalah dari semua masalah rumah tangga, yang akhirnya bercabang sampai ke berbagai masalah.

Mulai dari suami malas bekerja, suami jadi suka uring-uringan, sampai yang paling ekstrim, yaitu suami selingkuh.

Ya salah satu atau bahkan bisa jadi karena semua poin di atas.

Baca juga :  Ditinggal Selingkuh Atau Meninggal Dunia, Mana yang Lebih Buruk


Cara Menyikapi Masalah Suami yang Malas Bekerja

Lalu gimana seharusnya kita menyikapi masalah suami malas bekerja tersebut?. Sebenarnya mudah ya menjawabnya.

suami-malas-bekerja

Tentu saja dengan menghilangkan penyebab suami jadi malas di atas, hahaha.

Tapi secara detilnya, cara menyikapi masalah suami malas bekerja adalah:


1. Minta kekuatan dari Tuhan

Hal pertama dan utama yang bisa kita lakukan untuk menyikapi suami malas bekerja adalah, dengan meminta kekuatan dari Allah.

Ini amat sangat penting, karena selain seharusnyalah kita melibatkan Allah dalam semua hal, pun juga cara menyikapi suami malas bekerja ini memang berat banget.

Berat karena melibatkan ego diri.

Dan percayalah, musuh terberat dan tersulit untuk dihadapi itu, ya diri kita sendiri. Tanpa bantuan-Nya, rasanya sulit bahkan mustahil bisa kita hadapi dengan baik.


2. Belajarlah untuk membiarkan suami jadi pemimpin sepenuhnya

Hal berikutnya adalah mengembalikan fitrah dan kodrat suami sebagai pemimpin. Belajarlah untuk merelakan tampuk pimpinan kepada suami, karena memang sulit bagi kita sebagai wanita untuk bisa menyeimbangkan semuanya.

Tugas utama kita yang lebih pas dilakukan adalah mengasuh anak-anak, meskipun ayah juga seharusnya terlibat, tapi akan lebih baik kalau ayah yang fokus mencari uang, ibu yang fokus mengelola rumah tangga (ini opini saya ya, mungkin akan ditentang oleh para feminist).

Belajarlah untuk jadi follower bagi suami, selain melatih agar suami kembali ke kodratnya sebagai pemimpin dan seseorang yang seharusnya bertanggung jawab atas keluarga. Pun juga akan lebih mudah bagi suami, jika memimpin seseorang yang mudah diarahkan. 


3. Belajarlah untuk percaya dan yakin sepenuhnya atas usaha suami

I know, ini kayaknya yang paling berat, dan jadi sumber masalah banyak pasangan suami istri.

Di mana suliiittt banget bagi wanita bisa percaya dengan jalan yang dipilihkan suami untuk keluarganya, dengan pola pikir lelaki kebanyakan lebih pendek.

Kayak masalah yang hari ini, baru dipikir pagi hari, boro-boro dah mikirin tahun depan.

Memang sih tidak semua lelaki kayak gitu, ada juga lelaki yang penuh dengan perencanaan. Tapi mengejutkannya, kayaknya lebih banyak lelaki yang pemikiran jangka panjangnya terbatas, ketimbang yang planing-nya  jauh ke depan.

Bahkan yang ada ikatan darah aja berbeda.

Suami dan bapak mertua saya misalnya.

Suami tipe yang 'let it flow' banget. Jadi dia lebih mudah menjalani kehidupan yang jalani, nikmati dan syukuri.

Padahal ya Bapaknya beda banget.

Si bapak mertua malah planing-nya bisa dibilang sampai kategori over, saking over-nya jarang ada usahanya yang bisa berjalan dengan baik.

Nah, kalau sesama lelaki dan ada hubungan darah aja beda, apalagi lelaki dan perempuan kan ye.

Masalahnya mungkin jika ada yang berpikir,

"Kenapa istri yang harus ngalah? kenapa nggak suami aja yang ngalah dan nurut semua ide istri? toh ide yang dipikirin istri itu, udah paling benar, dan juga paling aman hingga beberapa waktu ke depan!"

Iya, emang paling benar, tapi 'benar'nya dalam POV istri aja, di POV suami kagak, hahaha. Terus kenapa nggak suami aja yang mengalah? 

Ya bisa sih mereka mengalah, tapi resikonya suami jadi terkesan malas bekerja. Dalam pikiran mereka akan berkata,

"Ngapain susah-susah, orang istri yang ngatur, jadi biarin aja nunggu istri aja yang atur baru gerak"

Karenanya, meski terlihat suami menyetir rumah tangga menuju jurang, selama suami terbukti memang bertanggung jawab sepenuhnya. Ya biarin aja, biar suami bisa belajar langsung dari pengalamannya kan?

Yang penting kan tanggung jawabnya, dan seiring waktu, suami jadi terbiasa menjadi pemimpin, dan akhirnya sadar kalau pemimpin itu bebannya berat, jadinya suami nggak akan bermalas-malasan lagi. 


4. Bantulah suami tanpa mengambil perannya sebagai pemimpin

Ini seperti yang saya sudah bahas di atas, di mana akan lebih mudah untuk suami menjadi pemimpin, kalau tampuk kepemimpinan dipegang oleh dia seutuhnya.

Tapi yang namanya rumah tangga, seharusnya ada kerja sama kan ye. Sama kayak istri berharap suami bantuin kerjaan rumah, sesekali suami mungkin juga berharap istri membantu meringankan bebannya.

Tidak meluluh dengan mencari uang sih ya, bantu lebih bijak mengelola keuangan misalnya. Bantu dengan menutup celah pengeluaran keuangan misal anak sakit, dengan benar-benar menjaga kesehatan anak. 

Termasuk bantu menghemat uang pendidikan anak, dengan membantu anak belajar sendiri, tak perlu mengeluarkan uang buat bayar guru les, terlebih jika kondisi keuangan masih morat marit.

Hal-hal demikian, tentunya sangat membantu meringankan beban suami dalam mencari nafkah, tapi sama sekali tidak merampas kepemimpinan suami. 


5. Bantulah suami tanpa melukai harga dirinya

Yang terakhir nggak kalah pentingnya sih, selalu menghormati suami. Menjaga harga diri suami, jadi meskipun istri bisa membantu suami, jangan sampai membuat istri merasa lebih hebat dari suami.

Ini paling pas emang dikasih tahu ke si Rey! hahaha.

Saya sering banget dong membandingkan kontribusi saya yang menurut saya jauh lebih banyak dari suami, lalu jika kesal mengungkitnya hingga membuat harga dirinya terluka.

Meskipun semua itu saya lakukan dengan alasan, saya sungguh lelah.

Mengasuh dan mengurus 2 anak sendiri karena kami LDM, bertanggung jawab dengan segalanya sendiri, dan ketambahan dikejar deadline karena ikutan cari uang untuk kebutuhan hidup.

Kurang tidur, stres dengan tingkah laku anak-anak yang suka berantem dan rewel. Kadang bikin saya iri kepada suami. Yang secapek apapun dia bekerja, setidaknya pak suami masih bisa tidur dengan nyenyak tanpa gangguan apapun.

Baca juga : Jangan Tanyakan Ini Pada Pasangan LDM 


Penutup dan Kesimpulan

Punya suami yang malas bekerja mencari uang itu menyakitkan sih ya. Jauh lebih menyakitkan dari suami yang malas bantu-bantu pekerjaan rumah.

Apalagi di masa sekarang yang mana keadaan ekonomi sedang morat marit. Banyak yang akhirnya para istri pontang panting mencari uang, demi anak-anak tetap bisa makan dan sekolah.

Tapi kenyataannya, tidak semua lelaki malas dari sononya. Beberapa di antaranya, jadi malas karena sikap istrinya.

Karenanya, dibutuhkan sikap yang bijak dari seorang istri, untuk mencari tahu penyebab suami jadi malas setelah menikah. Agar dapat menyikapinya dengan baik, sehingga suami bisa menjadi seseorang yang seperti kodratnya. Bertanggung jawab sepenuhnya kepada keluarganya.  


Sidoarjo, 19 Mei 2023

#FridayMarriage

Sumber: opini dan pengalaman pribadi

Gambar: canva edit by Rey

Demikian artikel tentang cerita pengalaman pribadi mencari tahu penyebab suami malas bekerja dan cara menyikapinya, semoga bermanfaat.

4 comments for "Suami Malas Bekerja, Ini Penyebab dan Cara Menyikapinya"

  1. Emang Rey sudah berhasil membuat paksu menjadi rajin bekerja? Kalau baca ceritanya rasanya masih belum banyak berubah deh.. :-D

    Lalu, apakah memang pasti kalau pakai rumus yang di atas, seorang suami yang malas kemudian menjadi rajin bekerja?

    Ingat loh... seorang paksu adalah manusia juga dan manusia berbeda beda setiap orangnya, bahkan seorang manusia pun akan berubah sesuai dengan waktu. Lalu apakah saran di atas berlaku umum dan setiap saat?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya saya rasa gak semua saran ini bakalan diambil mateng mateng sama suami deh

      Delete
    2. Si anonymous paling atas keknya si Bapak Anton ya :D

      Si Bapak mah nggak dibaca semua, biar kata tulisan saya panjang, tapi runut kok, hihihi.

      Judulnya aja tentang suami malas bekerja, ada keterangan saya menceritakan poin masalah sendiri di mana case-nya, suami jadi malas karena harga dirinya terluka.

      Jadi, fokusnya di situ.
      Sharing pengalaman saya, tentunya atas pengalaman pribadi. Di mana suami saya bukan sosok yang emang malas dari sononya.

      Baca deh Bapak dengan runut, itu udah saya jelaskan loh di atas :D

      Delete
  2. Buat anonymous yang bawah.
    Sekali lagi saya minta dibaca dengan runut.

    Tulisan ini bukan untuk suami loh, karena saya penulisnya.
    Saya menulis pengalaman pribadi, tentunya atas POV istri dan apa yang harus istri lakukan.

    Jadi, nasihatnya ya buat istri, bukan untuk suami :D

    ReplyDelete