Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengapa sih Memilih Mau Punya Anak?

Konten [Tampil]
punya anak

Parenting By Rey - Tema tulisan parenting kali ini tuh asal sih ya, terpikir ketika mengingat salah satu ucapan seorang influencer di sebuah channel Youtube, di mana ybs bertanya kepada ibunya, mengapa sih ibunya memilih harus punya anak?

Lalu ibunya menjawab dengan gamblang, katanya.
Bahwa, ibunya memilih punya anak karena dulunya tidak tahu, kalau punya pilihan untuk nggak mau punya anak.

Oke, seketika otak saya nge-lag (seperti ucapan si Kakak, dikit-dikit nge-lag, hahaha).
Saya jadi bertanya-tanya, bagaimana bisa ya punya anak itu pilihan?

Sementara banyak yang berusaha punya anak, belum di kasih-kasih, atau juga banyak, yang bahkan udah KB IUD atau pil atau apapun, tapi masih juga kebobolan.

Resiko punya anak yang berpikiran kritis memang gitu ya, adaaa aja yang ditanyain.
Dan resiko juga kalau kita sebagai orang tua, jarang terbiasa dengan punya pemikiran sendiri.
Jadinya ketika anak nanya, jawabnya yang mudah aja, atau lebih mudah lagi kalau enggak menjawab, hahaha.

Itu kan dirimu, Rey!
Iya, saya belajar banyak hal setiap harinya, salah satunya adalah, bagaimana menghargai pertanyaan anak, apapun bentuknya.

Oh ya, btw tema hari ini juga terjadi begitu saja, padahal saya udah menyiapkan tema lain, tapi karena isinya lebih teoritis, banyak editan sana sini, dan editan itu jadi terhambat karena laptop ini astagaaa sungguh menguras emosi, jadinya saya putuskan nulis curhatan pengasuhan aja, terinspirasi dari pertanyaan ajaib dan anti mainstream tersebut.


Punya Anak itu Bukan Pilihan


Iya, menurut saya, punya anak itu bukanlah pilihan, sama dengan menikah.
Pret lah kalau ada yang menganggap punya anak itu pilihan.
Eh enggak ding, sah-sah aja sih kalau ada yang menganggap demikian.

memilih punya anak

Karena setiap manusia kan punya hak untuk mengeluarkan pendapat masing-masing, termasuk saya juga, meskipun mungkin pendapat saya bakalan beda dengan kebanyakan orang.

Nah, menurut saya, punya anak itu adalah takdir, sama dengan menikah.
Kita nggak bisa milih punya anak, atau harus menikah atau enggak?

Yang bisa kita lakukan adalah, berusaha atau berikhtiar.
Yang maunya punya anak nanti-nanti, atau dalam pikirannya nggak mau punya anak.
Ya manusia akan berusaha mencegah kehamilan dengan berbagai cara.

Demikian juga kalau yang pengen punya anak sesegera mungkin, yang akan dilakukan adalah ikhtiar biar cepat punya anak, entah mendatangi dokter langsung, atau hal-hal yang bisa diusahakan sendiri.

Semua itu namanya ikhtiar, bukan pilihan.
Karena, anak itu adalah kuasa Tuhan, dan saya rasa semua mahluk milenial juga sadar kan, kita itu hanya bisa memilih hal-hal yang bisa kita kontrol.

Misal, emosi kita.
Atau hal lain dalam diri kita, meski ya seharusnya semua itu juga dengan izin Tuhan.

Jadi, menurut saya, tidak ada orang yang memilih nggak mau punya anak, atau memilih harus punya anak. Karena punya anak itu, adalah takdir Tuhan, bukan pilihan manusia.


Punya Anak itu, Lebih Baik dipersiapkan Bukan Memilih


Ya demikianlah, karena menurut saya, punya anak itu bukanlah sebuah pilihan.
So, daripada kita sibuk memilah milih punya anak atau enggak, mending siapin aja kalau nanti punya anak.

Maksudnya gini.
Karena punya anak atau enggaknya itu adalah kuasa Tuhan, maka akan ada 2 kemungkinan kan ya.
Bahwa kita akan punya anak, atau kita tetap nggak punya anak.

Nah, untuk dua kemungkinan tersebut yang mutlak bisa terjadi salah satunya, bagaimana bisa kita cuman fokus mempersiapkan tidak punya anak?

Sementara, di zaman sekarang tuh ya, udah banyak banget para pakar yang mengerti tentang kehidupan jangka panjang.
Di mana makin banyak yang sadar untuk mempersiapkan keuangan di masa tua.

Tapi kenapa ya, masih jarang ada yang mempersiapkan mental sebagai orang tua, sementara sebenarnya hal menjadi orang tua atau punya anak itu, adalah sebuah takdir yang mutlak?

So, daripada sibuk memilih, mending sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, salah satunya adalah mental.
Karena punya anak tuh, modal terbesar yang kita harus punyai tuh bukan uang, tapi mental.

Ada begitu banyak ibu yang awalnya menginginkan anak so bad banget malah.
Eh siapa sangka? setelah punya anak malah terkena baby blues, dan berlanjut ke post partum depression, merasa benci pada anaknya dan merasa menyesal punya anak.

Kebayang nggak sih, kalau ternyata Tuhan menakdirkan kepada pasangan yang (katanya) ogah punya anak, eh malah punya anak?.
Di mana di pikirannya udah tertanam, bahwa anak itu beban, dengan lapisan perkataan halus adalah 'tanggung jawab'.

Pasti rasanya berat banget ya.


Punya Anak Buat Mami Rey


Lalu, bagaimana tentang punya anak bagi saya?
Untuk saya, pengalaman punya anak itu luar biasa banget.

mengapa memilih punya anak

Dulunya, ketika setelah menikah, saya udah nggak sabar pengen hamil, pengen melahirkan bayi  yang lucu.
Nggak sabar banget rasanya bisa menimang dan ngegemesin bayi sendiri.

Kenyataannya?
Waktu melahirkan anak pertama sih, masih bahagia, tapi setelah anak makin besar, terlebih hadir anak kedua, ternyata beban semakin bertambah.

Bukan hanya mengenai keuangan, tapi juga beban tenaga, waktu, serta kebutuhan diri akan perhatian dan kasih sayang dari pasangan juga.

Sungguh, saya kadang kalau udah emosi, sering keceplosan pada kakak, betapa sejak dia lahir, saya kehilangan waktu bisa ngobrol santai dengan papinya.

Beneran dong, sejak bayi, rasanya si kakak tuh suka banget menginterupsi kebersamaan kami, terlebih kami sama sekali nggak bisa menitipkan dia lagi ke keluarga.
Jadinya, selama 24 jam si kakak sama kami.

Di mana, ketika kami sedang berduaan ngobrol, eh dia cari perhatian aja.
Meski adiknya sudah lahir pun, kebiasaan menginterupsi kebersamaan orang tuanya nggak bisa hilang.\

Sering saya merasa, kalau anak jadi beban banget, bukan cuman mengkungkung langkah saya.
I mean, saya merasa anak tuh sukanya menutup semua kesempatan saya.

Di mana, mereka butuh uang, tapi nggak membolehkan orang tua buat fokus bekerja, lalu gimana cara dapat uangnya ya?

Begitu kira-kira perasaan saya.

Namun, yang namanya manusia, nggak melulu merasa stres.
Ada waktu di kala berhasil menemukan ketenangan, lalu menangisi semua pikiran bodoh tersebut.
Meminta maaf kepada kakak, agar kaka tahu, bahwa dia adalah hal terindah, terbesar, terhebat dalam hidup saya.

Membayangkan nggak punya anak, saya mungkin akan bisa punya banyak waktu untuk diri sendiri, pasangan maupun pekerjaan dan menghasilkan uang lebih mudah.

Namun, saya sangat sadar.
Saya di masa lalu tuh begitu banyak kekurangan dan kebobrokan yang melekat di diri.
Dan siapa sih yang bisa menghilangkan hal itu?

ANAK!

Iya, anak-anak saya memaksa saya untuk menjadi orang lebih baik.
Lebih sabar.
Lebih bisa menghargai orang.

Iya kan, misal untuk masalah saya dengan suami, kalaulah nggak ada anak-anak, duh.... saya langsung auto babay deh, seperti yang sering saya lakukan dahulu, ketika belum punya anak.

Tapi, setelah punya anak, saya nggak bisa lagi seperti itu.
Bisa dengan mudah ninggalin suami.
Tapi nggak bisa dengan mudah menghilangkan rasa bersalah, melihat anak hidup tanpa ayah.

Perasaan itu memaksa saya untuk tetap di tempat, dan mencari jalan lain, selain kabur.
Yaitu, memperbaiki diri.

Lebih menghargai suami, agar suami nggak makin eror.
Lebih belajar memaafkan, meminta maaf, menganggap dan menerima kenyataan bahwa orang lain juga berarti, sama seperti saya.

Semua itu, nggak akan bisa saya lakukan, jika tanpa anak.
Karena tidak akan pernah ada yang memaksa saya, untuk menjadi pribadi yang lebih baik, bukan hanya di mata saya, tapi juga di sekeliling saya.

Demikianlah, punya anak itu bukan pilihan, tapi takdir yang diberikan Tuhan kepada kita hamba-Nya, untuk memaksa kita menjadi pribadi atau hamba yang lebih baik lagi.

How about you, Parents?

Sidoarjo, 1 September 2021


Sumber: pengalaman dan opini pribadi
Gambar: Canva edit by Rey

4 comments for "Mengapa sih Memilih Mau Punya Anak?"

  1. tanggapan tentang child free mba?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa dibilang gitu sih, meski juga terinspirasi dari pertanyaan yang serupa :)

      Delete
  2. Oh ..., begitu rupanya pikiran sebagian ibu tentang kehadiran anak dalam pernikahan. Ujung2nya senang juga ya ananda Rey. Selamat pagi. Terima kasih telah berbagi inspirasi.

    ReplyDelete