Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bukan Teori Parenting, Solusi Lebih dibutuhkan Para Ibu

Konten [Tampil]
Parenting anak

Parenting By Rey - Zaman sekarang tuh, banyak banget teori parenting yang beredar di medsos, baik yang dibagikan oleh (yang katanya) pakarnya, maupun dibagikan oleh beberapa ibu, entah untuk diri sendiri, atau mungkin untuk menyindir *eh.

Akan tetapi, entah saya aja kali ya yang ngerasa begini, atau juga banyak ibu yang merasakan, bahwa kebanyakan teori yang beredar itu memang semacam mission imposible untuk diterapkan.

Bahkan tidak jarang, teori parenting atau pengasuhan anak tersebut, menyumbang meningkatnya jumlah ibu yang depresi karenanya.

Saya bahkan pernah menuliskan hal seperti ini dahulu, di blog personal saya lainnya, di mana menurut saya, mengasuh anak itu udah berat, terlalu melibatkan aturan orang lain, bikin makin berat, hahaha.

Menurut saya, jika ingin mengikuti teori parenting dengan runut, memang harus dimulai dari sebelum menikah, udah dipersiapkan.

Karena yang namanya pengasuhan anak, ya bukan cuman butuh ibu saja, tapi kerja sama ayah dan ibu yang berkesinambungan dan konsisten.

Masalahnya adalah, dengan berbagai kondisi di negara kita, yang namanya pendidikan sebelum menikah itu dianggap nggak penting.
Bahkan kebanyakan orang tua wanita hanya akan nanya ke calon suami anaknya, bahwa:
"Sudah siap nggak menafkahi anak saya? kayak gimana?"
Nggak ada yang nanya tentang, bagaimana mereka menangani konflik, bagaimana pasangan suami istri itu menyikapi tentang anak, pengasuhan dan semacamnya.

Alhasil, nggak jarang justru rumah tangga jadi terasa kayak di neraka, lantaran hanya ada 1 pihak yang mau menerapkan teori parenting yang selalu didengung-dengungkan itu.

Selain pemahaman antara kedua orang tua yang minim, kondisi juga memegang peranan penting dalam menerapkan berbagai teori parenting yang ada.

Nggak usah yang terlalu ribet ya, untuk hal yang dasar aja dulu, misal menemani anak bermain.
Memang sih, ada beberapa orang tua yang bosan menemani anak main, ketika zaman sekarang sudha berubah, di mana sudah terlalu banyak hal menyenangkan yang bisa dinikmati selain menemani anak.

Para ayah tak bisa lepas dari game-nya, chattingnya, medsosnya.
Para ibu yang tak bisa lepas dari drakornya, scroll medsosnya.

Tapi tahu nggak sih, ada juga bahkan banyak orang tua, yang nggak bisa menemani anak bermain setiap waktu, karena waktunya ya habis buat mencari uang.

Dan ketika orang tua seperti itu, membaca atau mendengar taori parenting nananininunu, kebayang nggak sih makin stresnya mereka?

Mungkin itu juga saya kali ya.

Kadang saya merasa stres sendiri dengan kehidupan saya, pengennya bisa fokus membersamai anak-anak, tapi juga harus berusaha membantu suami dalam memperbaiki ekonomi keluarga.

Dan ketika saya membaca atau mendengar teori parenting ini itu, rasanya bikin saya semakin merasa bersalah, merasa nggak becus dan gagal jadi ibu, yang output-nya malah semakin nggak sabar ke anak.

Saya lalu berpikir, sesungguhnya buka  teori parenting yang para ibu butuhkan untuk memberikan pengasuhan cerdas kepada anak-anaknya.

Tapi solusi dari masalah mental mereka, jadi memang paling tepat tuh fokus ke orang tuanya, bukan anaknya.

Bukan teori parenting

Jadi alih-alih fokus menyebarkan bahwa anak itu butuh ditemanin main, akan lebih baik kalau dijelaskan bagaimana agar orang tua bisa lebih fokus membagi waktu untuk menemani anak-anak bermain.

Saya rasa, yang paling dibutuhkan anak-anak adalah bukan hanya orang tua yang menemani mereka bermain, tapi orang tua yang sehat jiwa dan raganya, yang memberikan mereka waktu khusus, meski mungkin tidak bisa menemaninya sepanjang hari.

Dan itu yang sedang saya usahakan sekarang.

How about you, Parents?

Sidoarjo, 29 September 2021


Sumber: pengalaman dan opini pribadi
Gambar: Canva edit by Rey

2 comments for "Bukan Teori Parenting, Solusi Lebih dibutuhkan Para Ibu"

  1. Ingat nggak Rey, saya pernah mengatakan jangan menjadi penelan teori? Teori itu segala sesuatu yang dipersingkat agar mudah ditangkap orang, tetapi yang sering dilupakan teori sering dibangun berdasarkan pengalaman dan realita yang berbeda dengan yang kita jalani.

    Teori jangan ditelan mentah-mentah.

    Bahkan kalau saya sih, dalam urusan anak, saya membuang semua teori terkait pengasuhan. Saya tidak mau menyerahkan pengasuhan anak saya berdasarkan kehidupan dan pengalaman orang lain.

    Setiap manusia berbeda. Oleh karena itu setiap anak berbeda. Tidak akan sama. Lalu mengapa saya harus memakai teori orang lain

    Saya lebih memutuskan untuk bersiap "belajar". Saya harus belajar berdasarkan interaksi dengan si anak dan mengambil keputusan berdasarkan hasil belajar tadi. Bukan teori orang lain.

    Saya membuat teori saya sendiri dan saya pakai sendiri.

    Soal orangtua gagal, ukurannya apa gagal atau tidak? Setiap orangtua hanya bisa berbuat yang terbaik untuk anaknya. Sesuai kondisi dan kemampuannya. Selebihnya pada akhirnya keputusan tentang hidup si anak ada pada si anak itu sendiri.

    Bukan orangtua.

    Lagipula gagal atau berhasil setiap manusia tidak sama. Lalu kenapa harus dipusingkan?

    Stop baca teori teori pengasuhan Rey.. Terus terang sebenarnya pada akhirnya bisa menyesatkan, meski terkadang akan memberikan diri perasaan "senasib" jika ada yang sama, yang sering salah diterjemahkan menjadi inspirasi.

    Soal anak sendiri mah.. Find your own way Rey. Ga usah dengerin teori..

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi, iya Bapak, saking seringnya liat teori-teori yang berseliweran di medsos, jadinya kebaca juga, sometimes malah bikin bete karena over thinking hihihi :D

      Delete