Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Seumur Hidup Itu Terlalu Lama dan Bijak Menyikapi Ala Rey

Konten [Tampil]

seumur-hidup-itu-terlalu-lama

Seumur hidup itu terlalu lama, sebuah kalimat yang saat ini sedang viral di mana-mana. Nyaris di semua media sosial membahas kalimat ini.

Beberapa tulisan juga beredar, entah beneran atau cuman diadaptasi dalam bentuk cerita, dari kalimat viral tersebut. Salah satunya di platform medsos facebook. Ada satu akun yang menuliskan kisah sahabatnya yang menggugat cerai suaminya.

Adapun penyebab si sahabatnya menggugat cerai suaminya adalah, karena suaminya tidak pernah menjawab ketika sang istri bertanya,

"Apa kamu mencintaiku?"

Suaminya menganggap hal itu adalah sepele, sementara si istri menganggap hal itu penting untuknya. Menurutnya rasa bisa berubah, dan hidup bersama dengan suami yang tidak mencintainya lagi adalah sebuah hal yang menyakitkan.

Sebenarnya suaminya adalah tipe lelaki yang baik, tapi bagi si istri, baik saja tak cukup. Kalau cuman baik, supir dan OB di kantor juga baik.

Si Rey bilaik membaca kisah itu,

"Keknya nih pasangan yang berkecukupan yak, ekonomi bagus, hidupnya lempeng terus, nggak pernah merasakan yang namanya kerepotan urus anak, apalagi kerepotan ketika anak minta jajan, tapi duitnya nggak ada" *eh, hahaha.

Hampir sama dengan kisah tersebut, ada pula kisah yang sering di-copas sana sini di berbagai platform. Di mana seseorang bercerita bahwa ibunya menggugat cerai ayahnya, hanya karena ayahnya selalu membuang puntung rokok di pot-pot bunga kesayangan ibunya.

Sang ibu sudah meminta berulang kali, tapi lagi-lagi si ayahnya melakukan kesalahan dengan membuang puntung rokoknya di tempat yang tidak disukai ibunya.

Hanya karena itu saja kesalahan ayahnya, sementara sebenarnya si ayah sosok yang baik, kekurangannya hanya karena selalu lupa, dan sembarangan membuang puntung rokoknya.   

Ketika sang anak bertanya kepada ibunya, mengapa hanya karena satu masalah itu, sang ibu sampai tega menggugat cerai ayahnya?

Si ibu hanya menjawab,

"Karena seumur hidup itu terlalu lama!"

Pada cerita itu memang happy ending sih, di mana beberapa waktu kemudian, sang ibu akhirnya menikah lagi dengan lelaki idamannya. Sang ayah tiri ini benar-benar bisa membuat ibunya selalu tersenyum.

Karena selalu menghargai apapun yang ibunya sukai ataupun tidak sukai.

Baca juga : Bertahan atau Bercerai? Begini Cara Saya Memutuskannya 

 

Ketika Banyak Wanita Zaman Now Memaknai 'Seumur Hidup itu Terlalu Lama' dengan Memutuskan Bercerai

Zaman sekarang, kayaknya makin banyak ya istri-istri yang akhirnya memutuskan bercerai, ketika rumah tangga dilanda masalah.

Di sisi lain, saya paham banget sih mengapa banyak wanita yang melakukan tindakan itu. Karena emang melelahkan banget hidup bersama pasangan yang nggak sejalan.

Saya tahu persis rasanya, karena juga mengalami hal tersebut.

Bedanya, saya nggak punya pilihan lain, selain bertahan. Sementara wanita-wanita lain, mungkin lebih berani karena punya pilihan lainnya.

Di sisi lainnya, saya sedih sih sebenarnya, karena sejatinya hidup di dunia ini ya penuh dengan ujian. mau kita ganti suami berkali-kali, pasti bakalan ketemu dengan yang namanya ujian.

Memang sih, banyak wanita yang akhirnya menemukan kebahagiaan setelah bercerai lalu bertemu dengan lelaki yang lebih baik. Setidaknya itu yang mereka pamerkan di media sosialnya, nggak tahu juga sih, apakah mereka benar-benar bahagia?

Tapi, beberapa wanita juga akhirnya terlunta-lunta setelah memutuskan bercerai. 

Yang menyedihkan tuh kalau sudah ada anak, lalu si wanita nggak punya penghasilan cukup, dan bercerai dengan membawa anak-anak.

Yang terjadi kemudian akhirnya mereka pulang ke rumah orang tua, lalu di sana muncullah masalah baru, ketika akhirnya orang tua juga dirasa kurang bisa menerima kehadiran mereka.

Baca juga : Masalah Single Mom, Bercerai Lalu Tinggal Di Rumah Ortu dan Tidak Akur Dengan Ortu 

Beberapa di antaranya juga ada yang akhirnya tidak tahan dengan masalah tersebut, sehingga ujung-ujungnya menerima cinta secara asal. Lalu kembali lagi terjebak dengan suami yang tidak lebih baik dari mantan suaminya.

Beberapa malah akhirnya menjadi penyebab retaknya rumah tangga orang lain, ketika si single mom ditaksir lelaki yang sudah beristri.

Memang nggak semuanya sih, ada banyak juga single mom yang sukses, namun tidak kalah banyak juga yang terlunta-lunta dan berakhir dengan tidak bahagia juga.

Lalu saya jadi berpikir, kebahagiaan seperti apa sih sebenarnya yang mereka cari?

Dan 'seumur hidup itu terlalu lama, untuk hidup tidak bahagia, lalu setelah bercerai masih juga tidak bahagia. Apakah maksudnya tidak bahagianya harus ganti-ganti?

 

Seumur Hidup Itu Terlalu Lama dan Bijak Menyikapi Ala Rey

Meski kadang sedih melihat fenomena zaman now, tapi saya sadar betul, kalau itu bukan urusan saya. Jika ada wanita yang bercerai dengan alasan yang di mata saya adalah sepele.

Anggap saja sayanya aja yang terlalu curam roller coaster kehidupannya, jadi kadang hal-hal yang orang lain anggap besar, buat saya malah terlihat sepele.

Tapi bukan berarti orang harus sama dengan saya kan?

Dan saya juga tidak akan sama dengan orang lain dong ya.

Sejujurnya, kalau ngomongin 'seumur hidup itu terlalu lama' untuk hidup lelah karena perbedaan jalan pikiran dengan suami. Rasanya saya juga pengen ikutan bercerai.

Terlebih, masalah saya adalah, suami yang seperti mengkhianati saya. Bisa-bisanya selama 8 tahun pacaran, dan selama itu dia bisa bertahan dengan 'cara hidup ala saya'.

Setelah nikah dan punya anak, malah dia mengubah semuanya, dan memaksa saya harus mengikuti cara hidupnya, yang di mata saya sangat membahayakan masa depan.

Tapi, entah ini hal menyedihkan untuk saya, atau bisa juga sih disebut privilege buat saya. Berbeda dengan wanita lain, saya nggak punya pilihan lain selain bertahan.

Ada 2 anak yang harus tetap hidup dan bersekolah dan harus diurus dengan baik. Dan saya nggak punya pekerjaan mumpuni yang bisa diandalkan untuk menghidupi anak-anak sendiri.

Saya nggak punya opsi 'pulang ke rumah orang tua', karena ibarat kalimat dalam film Critical Eleven, di mana menikah itu ibarat membakar jembatan, sehingga saya tak lagi punya jalan untuk pulang.

Baca juga : Review dan Sinopsis Film Critical Eleven, Mau Kaya atau Miskin, Selalu Ada Ujian


Menyedihkan, tapi di sisi lain justru gara-gara itu, saya punya kesempatan, untuk mau nggak mau belajar lebih banyak tentang kehidupan. Salah satunya bagaimana memaknai kehidupan pernikahan yang sesungguhnya.

Di mana, pernikahan adalah sebuah ibadah yang di dalamnya berisi perjalanan menaklukan diri sendiri. Dipaksa untuk menjadi manusia yang lebih sabar.

Dan bukankah kunci keselamatan hidup di dunia adalah sabar?

Jadi, alih-alih saya ikutan banyak wanita, yang memilih bercerai, dengan alasan 'seumur hidup itu terlalu lama'. Saya malah memaknai 'seumur hidup itu terlalu lama' untuk terus lari dari ujian kenaikan kelas kita.

Jadi ya, ujian kehidupan dalam rumah tangga, ya dihadapi. Kalau belum lulus, ya belajar lagi dan nanti ujiannya diulang lagi.

Karena, mengulang dengan soal ujian yang sama, tentunya lama-lama saya jadi mahir untuk lebih mudah menjalaninya kan.

Dan memang itulah yang terjadi dalam kehidupan saya saat ini. Setelah beberapa waktu yang telah lalu saya jatuh bangun dengan masalah pernikahan. Hidup menggenggam ego diri dengan sekeras mungkin.

Sampai akhirnya, saya bisa sedikit demi sedikit melonggarkan ego, mempelajari bagaimana diri ini sesungguhnya. Mempelajari POV seorang suami atau lelaki, sampai saya takjub, bisa dong akhirnya pelan-pelan mengalah dan mengembalikan dan mengakui fitrah suami sebagai pemimpin yang dominan.

Karena sebenarnya kalau menurut saya nih, masalah setiap pasangan itu sebenarnya bermula dari sesuatu yang tidak pada kodratnya.

Istri yang lebih dominan, selalu menyetir suami karena suami dirasa tidak kompeten dalam memegang peranan sebagai pemimpin. 

Lalu, suami yang memang sejak awal selalu mengalah, mungkin akan mengikuti cara istrinya, namun tetap saja ada batas di mana kodratnya sebagai lelaki menyeruak.

Dan ketika saat itu tiba, dilampiaskan dengan hal-hal yang malah bikin rumah tangga makin kacau. Entah dengan berselingkuh, entah dengan melakukan hal-hal yang tidak disukai istri.

Hal ini sudah pernah saya dengarkan ketika konsultasi dengan pak Sanny, sorang psikolog di Unair Surabaya. 

Baca juga : Pengalaman Konseling dengan Psikolog di Unair dan Biayanya 

Tapi tau nggak, butuh bertahun-tahun juga untuk bisa sedikit demi sedikit benar-benar paham dan menaklukan diri sendiri, untuk memberikan tampuknya ke suami.

Dan setelah tampuknya kembali, sedikit demi sedikit, karakter asli suami kembali, karakter manis seperti dulu pertama kali saya mengenalnya.

Jadi, begitulah...

Saya tidak menyesal, untuk memaknai bahwa 'seumur hidup itu terlalu lama' untuk terus lari dari ujian hidup berumah tangga.


Sidoarjo, 12 Mei 2023

3 comments for "Seumur Hidup Itu Terlalu Lama dan Bijak Menyikapi Ala Rey"

  1. Saya pernah baca cerita tentang si ibu dan mantan suami yang suka buang puntung rokok sembarangan. Tapi dimana, yaaa. Kayaknya di quora mbak

    ReplyDelete
  2. Terimakasih mba atas tulisannya:') lagi melow trus searching2 ttg hal seumur hidup itu terlalu lama, dan ku menemukan tulisan mba ini❤️Tulisan mba ini mengobati rasa galau saya di tengah malam ini huhu

    ReplyDelete