Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengasuhan Dengan Paksaan Ke Anak Tidak Selamanya Buruk, Asal Tahu Poin yang Dipaksakan

Konten [Tampil]
pengasuhan-dengan-paksaan-kepada-anak

Pengasuhan dengan paksaan kepada anak, menurut saya tidak selamanya buruk, asalkan tahu poin-poin apa saja yang (terpaksa) harus dipaksain.

Btw, disclaimer dulu ya, tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi saya, bukan berdasarkan ilmu parenting yang menganggap parents adalah malaikat *eh.

Pemikiran ini semakin santer menyeruak di kepala, ketika saya melihat sepotong video Cak Nun yang mengatakan cara mendidik anak harus dengan aturan militer.

We all know kan ye, kalau yang namanya militer itu aturannya keras, tak boleh ada bantahan, dan perintah atasan adalah mutlak adanya, wajib dilakukan, tanpa ada bantahan.

Wuiihhh, alarm pakar parenting modern, bakalan nguing-nguing dah kalau membaca tulisan kalimat di atas itu!


Anak diberlakukan dengan paksaan ala militer, waspadai dampak buruk memaksa anak!
Begitu kali yang ada di pikiran para pakar parenting, yang setiap harinya kerjaannya cuman meneliti anak, main sama anak, nggak ribet sama urusan galau nggak ada duit buat makan, bayar sekolah, bayar air listrik, ayah anak-anak nggak tahu rimbanya, dan semacamnya *eh, wakakakakak.


Belajar dari Pengalaman Diri, Saya Bukan Orang Baik, Tapi Magnet Kebaikan Selalu Lebih Kuat Menarik Saya 


Mendengar cara mendidik anak ala militer dari Cak Nun tersebut, saya jadi ingat didikan bapak saya dulunya.

Duh, kalau Cak Nun mah, memaksa anaknya untuk beberapa hal, dengan didikan ala militer, tapi Cak Nun sendiri merupakan sosok yang memang bisa dijadikan panutan buat anak-anaknya.

Lah bapak saya?
Duh bikin gregetan aja pokoknya.

Bapak saya selalu berpidato, bahwa saya harus jadi anak baik, pintar, juara 1 melulu, tidak boleh mempermalukan keluarga, harus bikin nama baik keluarga makin bagus.

Sementara bapak saya?
Astagfirullah.

Jika pakar parenting zaman now, hadir dan mengikuti masa pertumbuhan saya, terutama ketika jadi remaja, saya bisa memastikan, para pakar parenting itu, akan meramalkan saya bakalan jadi anak trouble ketika beranjak dewasa. 

Emang enggak Rey?
Well, banyak masalah juga sih, tapi Alhamdulillah masih dalam batas-batas norma agama.

pengasuhan-dengan-paksaan-kepada-anak

Ini luar biasa banget sih, mungkin karena doa dan harapan tak putus dari orang tua juga sih ya, meski mungkin orang tua saya berdoanya dalam hati aja, karena saya nggak pernah melihat mereka shalat ketika itu.

Kalau dilihat dari pengalaman saya tumbuh berkembang dalam kondisi keluarga yang jauh dari kata harmonis, penuh dengan kekurangan, selalu merasa di nomor tigakan (bukan nomor 2 lagi mah, tapi nomor 3, hahaha).

Bapak mama yang sering cekcok, eh salah ding, bapak yang ngamuk, mama diam dan nangis aja, biar kata kita anak-anaknya udah mau diancam dibunuh, eh mama diam aja dong.
Pokoknya masa kecil saya, luar biasa kacau sih.

Ditambah mama selalu menjelekan bapak di depan kami, padahal Bapak biarpun kesal sama mama, palingan ngedumel aja, nggak pernah ikutan menjelekan mama.

Salah satu hal yang paling berpengaruh di saya adalah, tumbuhlah saya menjadi seseorang yang super sensitif, dikit-dikit nangis, nggak bisa disalahkan, tapi juga berusaha untuk nggak salah, alias saking takut salah, sebelum disalahkan, udah berlaku benar aja.

Jujur, saya sering melihat teman-teman, yang dengan alasan stres tumbuh dalam keluarga nggak harmonis, akhirnya memilih menjerumuskan diri ke hal-hal yang negatif.
Mulai dari merokok, narkoba, sampai sex bebas.


Saya? entah mengapa, ibarat ada sebuah magnet yang selalu menarik saya, untuk menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan norma agama itu.

Justru, bapak yang perokok hebat, yang meskipun kami kekurangan uang, tetap aja mentingin rokoknya, tapi malah membuat saya membenci rokok dan baunya.
Boro-boro ikutan teman-teman, yang bahkan perempuanpun ikutan merokok. 

Apalagi narkoba?
Mungkin juga saya adalah remaja bokek mulu kali ya dulu, emang bisa beli narkoba.
Etapi jujur, sampai detik ini saya sebenarnya nggak tahu, orang beli narkoba itu di mana ya? wakakakka.

Padahal ya, saya itu nggak pernah pilih-pilih teman, siapa yang mau berteman dengan saya, ayuukk, kok ya Alhamdulillah banget ya Allah, saya nggak pernah sampai punya teman yang membawa saya ke hal negatif kayak merokok maupun narkoba.

Sementara, khususnya ketika kuliah dulu, saya benar-benar bebas dan lepas, jauh dari ortu maupun keluarga, nggak ada siapa-siapa.
Kalau mau menjerumuskan diri, sebenarnya mudah banget.

Ada begitu banyak kesempatan untuk mencoba hal-hal yang 'nakal' di mata orang tua, misal suka clubbing, ketika lulus kuliah, saya ngekos di tempat yang super bebas, mau pulang jam berapa juga nggak masalah, punya teman kos yang sesekali sering clubbing.

Pernah juga ada di posisi nggak punya duit sama sekali, setelah lulus kuliah ortu stop mengirimkan duit sama sekali, sementara saya menganggur selama setahun.

Banyak tetangga mama yang bilang, saya udah jadi orang nggak bener di Surabaya, udah kumpul kebo lah, udah jual diri lah.
Maklum, tetangga mama saya, terlalu sering nonton sinetron, wakakakaka.

Tapi, Alhamdulillah, berkat doa orang tua juga, saya selalu dimampukan untuk menjauhi hal-hal yang merusak diri sendiri.

Dan bahkan, sampai akhirnya saya menikah, memasuki masalah lebih serius dalam hidup, rasanya pengen mengakhiri hidup tapi takut mati, hahaha.

Sampai ke hal-hal yang memungkinkan untuk selingkuh, karena jujur butuh banget hal tentang disayang, dicintai, dikasih duit, wkwkwkw.

Tapi, lagi-lagi Alhamdulillah, saya bisa dengan tegas melarikan diri dari godaan lelaki yang bisa memberikan apa yang amat sangat saya butuhkan saat itu.

Lalu, saya termangu melihat kebanyakan orang yang saya temui, bahkan mereka sendiri yang sengaja menjatuhkan dirinya, merusak dirinya, demi menyakiti hati orang yang disayangnya, entah itu orang tuanya, ataupun pasangannya.

Misal, seorang suami yang ketika punya masalah dengan istrinya, bukannya fokus cari solusi, malah sibuk cari wanita lain, dengan maksud ingin sengaja melukai hati pasangannya.

Saya jadi berpikir, mengapa semudah itu orang-orang melakukan kesalahan, menerjunkan dirinya ke jurang kehancuran, selingkuh dengan sadar, berbuat kesalahan dengan sadar dan mudahnya.
Sementara saya, berniat melakukan hal yang salahpun, rasanya udah nggak nyaman banget, apalagi melakukan kesalahan?

Saya nggak mengatakan, kalau saya adalah pribadi yang suci, tentu saja saya juga penuh dosa, mungkin juga merugikan orang lain, tapi kalaupun itu terjadi, selalu di luar kontrol saya.

Ingatan lalu kembali ke masa kecil, ketika bapak masih ada, teringat semua pemaksaan bapak terhadap saya dengan sikap diktatornya.
"Rey, kamu harus jadi anak baik!"
"Rey, kamu jangan berbuat kesalahan!"
"Rey, bisa nggak bisa, kamu wajib bisa!"
Iya, sepertinya, semua hal tentang menjauhi hal-hal negatif yang merugikan diri sendiri maupun orang lain itu, dikarenakan sugesti yang udah saya terima sejak dulu dari bapak saya.

Bapak menanamkan sugesti itu dengan penuh paksaan, dengan penuh diktator, dan hasilnya tertanam kuat dan sulit dilepas.

Dan karena itulah, sejauh apapun saya melangkah, Alhamdulillah saya selalu bisa menjaga diri, dan menjauhi segala kesalahan yang mungkin terjadi.

Ih kan jadi pengen nyanyi deh,

"Kau ingin ku menjadi...
Yang terbaik bagimu..
Patuhi perintahmu..
Jauhkan godaan..

Yang mungkin kulakukan
Dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu, jatuh, dan terinjak"
Yup, tepat seperti kalimat di lagu tersebut, bapak saya yang diktator itu, memaksa saya untuk menjadi yang terbaik baginya (tidak melakukan kesalahan dengan sengaja), mematuhi perintahnya tentang itu, agar bisa menjauhkan saya dari berbagai godaan, yang mungkin saja akan saya lakukan, ketika beranjak dewasa.


As we know ya, seperti yang biasa bapak dan mama katakan kepada saya dan kakak, kalau punya anak perempuan itu, bikin hati bapak deg-degan nggak tenang.

Takut anaknya nggak bisa selamat sampai lulus kuliah, takut terjerembab duluan di tengah jalan, dalam hal ini adalah misal hamil di luar nikah dan semacamnya.

Ah Bapak, terima kasih sugesti yang kau tanamkan dengan penuh paksaan, itu melindungi saya untuk terjerembab, meski berkali-kali kaki saya udah tersandung, tapi karena magnet kebaikan yang kau tanamkan, selalu menarik saya dengan kuat, menuju kebaikan, Alhamdulillah.


Belajar dari Pola Asuh Bapak, Memaksa Anak untuk Jadi Baik itu Penting, Asal Bukan Hak Hidup Anak!

 
Bapak saya (almarhum), adalah seorang diktator, suka maksain kehendaknya, agar saya menjadi anak yang baik dan pintar.

Harus juara 1 di kelas, kalau juara 2? siap-siap aja betis kena pukulan kayu, sampai biru-biru dong, dan pernah juga sampai ngompol, huhuhu.

pengasuhan-dengan-paksaan-kepada-anak

Jadinya, ketika SD saya sering juara kelas, SMP mulai menurun, karena mulai kenal baca novel mulu, dan sukses bikin saya kena pukulan di betis.

Jadi, sebenarnya saya bukanlah anak yang cerdas dari lahir, saya cuman dipaksa pintar, hahaha.
Tapi, gara-gara paksaan itu, otak saya jadi terbiasa berpikir cepat.

Namun, terlepas dari diktatornya bapak, ada satu hal yang bikin saya jadi anak paling beruntung sedunia, yaitu...
Bapak hanya memaksa saya untuk hal-hal yang bisa dijadikan pegangan hidup.

Dipaksa bersikap baik, dipaksa jadi pintar, dipaksa bisa melakukan apapun yang berguna untuk bisa tetap tegar menaklukan dunia.

Namun satu hal yang tidak pernah bahkan tidak berani bapak paksakan adalah, beliau tidak pernah sedikitpun memaksakan hal-hal mendasar tentang masa depan anak-anaknya.

Baik saya maupun kakak, kami diberi kebebasan penuh dalam memilih jalan hidup.
Mau sekolah di mana?
Mau jadi apa?
Mau kuliah di mana?
Mau menikah sama siapa? kerjaannya apa? orang negara mana? agamanya apa?

Semua itu adalah gak prerogative buat anak-anaknya, sedikitpun bapak nggak mau memaksakan kehendaknya.

Saya jadi merasa beruntung banget, karena sejujurnya yang paling mendasar dari hidup ini adalah pilihan hidup kita, mau menjalani yang mana?

Banyak banget teman-teman yang menua dengan menyesali dirinya, karena merasa hidupnya tidak seperti yang diinginkannya.
Meskipun secara penglihatan, mereka terlihat mapan, punya pekerjaan tetap, punya kehidupan yang didamba banyak orang.

Tapi semacam ada yang kurang di hidupnya.
Belum lagi kalau masalah jodoh, di mana beberapa teman terpaksa menguburkan cintanya, hanya karena terhalang restu orang tua.

Saya, adalah orang yang beruntung, tidak perlu merasakan hal itu.
Bapak benar-benar menepati janjinya ketika kami masih kecil dulu.

Dulu, kalau bapak udah capek marah, beliau melembut ke kami, menasihati bahwa, Bapak nggak mau kami salah langkah.

Bapak pengen kami selamat sampai punya pendidikan yang bisa dijadikan modal buat mandiri, bahkan sejujurnya bapak pengen kami bekerja tetap, baru deh mengenal cinta-cintaan, dan memutuskan menikah dengan siapa.

Dan bapak berjanji, kami bebas milih hidup kami kayak gimana, mau menikah dengan siapa, mau sekolah di mana.
Selama orang tua mampu, akan diusahakan.

Dan saya adalah anak yang merasakan hal itu, meski ketika STM, itu dipilihkan tante saya, tapi ketika kuliah, saya sendiri yang memilih jurusan kuliah apa?
Apalagi menentukan jodoh.

Mungkin karena pola asuh itu, saya jadi berpikir, kalau sebenarnya memaksa anak itu nggak masalah, justru sebenarnya harus dipaksa, agar jadi kebiasaan.

Namun, akan lebih baik, jika dicontohkan, kayak Cak Nun yang mendidik anak-anaknya dengan keras, tapi untuk poin tertentu saja, seperti membiasakan anak untuk disiplin, terutama untuk masalah agama, sholat itu wajib, kalau perlu dipaksa untuk rajin shalat, tepat waktu, dan kalau perlu shalat di masjid.

Saya juga punya contoh beberapa orang, yang sejak kecil dididik keras mengenai agama oleh ayahnya, rata-rata mereka tumbuh jadi orang yang nggak tenang kalau meninggalkan shalat, dan saya bersyukur mengenal mereka, karena dari merekalah saya belajar tentang agama yang lebih dari sekadar Islam KTP, hehehe.

Jadi, lagi-lagi saya merasa, memang tak masalah memaksa anak, justru harus banget dipaksa, terutama untuk hal-hal kebaikan, karena semua itu akan menjadi kebiasaan yang sangat sulit untuk diubah sepanjang hidupnya.


Pengasuhan dengan Paksaan, Ini yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan!


Pengasuhan dengan paksaan yang boleh dilakukan


pengasuhan-dengan-paksaan-kepada-anak

Menurut saya, beberapa jenis pengasuhan yang boleh, bahkan harus dipaksakan adalah:
  • Shalat! Ini mah bukan cuman boleh dipaksa kalau menurut saya, tapi wajib dipaksa! Ye kan, sebagai seorang muslim apalah artinya hidup kalau enggak shalat? Dan percayalah, ada banyak orang tua yang nyaman-nyaman saja nggak shalat, bahkan udah kepepet sekalipun, sulit banget hatinya mencintai Allah, padahal Allah punya kunci dari semua pintu keluar masalah apapun.
  • Hal-hal yang baik, menanamkan semacam sugesti ke anak, agar anak selalu menghindari kesalahan, terutama jika dia tahu persis itu salah. Zaman now, banyak banget manusia yang udah tahu persis itu salah, tapi tetep dilakukan, kayak selingkuh, korupsi dan semacamnya.
  • Punya rasa takut merugikan orang lain, saya tuh kadang merasa, jadi manusia yang cuek, tapi juga nggak enakan, takut mengecewakan orang. Mungkin karena sejak kecil saya udah dipaksa untuk fokus ke masalah sendiri, nggak usah ikut campur masalah orang, apalagi kalau nggak dimintai tolong sama sekali, termasuk tidak merugikan orang lain, jadinya saya selalu nggak enakan, takut orang merasa kecewa dan dirugikan oleh saya, kecuali memang udah di luar kontrol saya. 
Namun, ada hal yang sama sekali nggak boleh dipaksakan, yaitu: semua hal yang menyangkut jalan hidup anak.

pengasuhan-dengan-paksaan-kepada-anak

Anak mau jadi apa kek, jangan dipaksa untuk menuruti ego dan meneruskan impian kita.
Banyak banget nih orang, yang ketika masa kecil bercita-cita jadi dokter, tapi bisanya cuman jadi perawat, pas punya anak, dipaksa jadi dokter.

Bagus sih, kalau anak mampu dan memang berbakat untuk itu.
Kalau enggak?

Dan yang penting juga adalah jangan memaksakan jodoh yang kita maui ke anak
I know sih, semua orang tua ingin anaknya mendapatkan jodoh yang terbaik.

Tapi, itu kan hidup anak, anak yang bakal jalanin, jadi sebisa mungkin serahkan ke anak saja, yang penting sebagai orang tua udah membekali dengan semua hal yang bisa membuat anak-anak sadar sepenuhnya akan tanggung jawab pilihan hidupnya.

Misal, ternyata setelah menikah, anak baru sadar kalau pilihannya bukanlah yang terbaik, anak harus bisa bertanggung jawab, memutuskan apapun tentang hidupnya, tanpa harus membebani orang tuanya.

Ini paling sering kita temukan ya, ada yang gagal dalam rumah tangga, ngotot mau pisah, pakai ego bawa anak pulak, pengen menghukum pasangannya dengan tidak boleh lagi ketemu anak.
Tapi dianya sendiri nggak mampu membiayai anak, akhirnya balik ke orang tua dan membebani orang tua.

Lalu, ketika ortu merasa berat, merajuk lagi menuduh orang tua tidak support anaknya. Hmmm....

Paksakan anak untuk belajar bertanggung jawab dengan pilihannya, agar tidak menua dengan merasa santai aja merugikan atau membebani orang lain, even itu orang tuanya.   


Penutup


Menjadi parents itu, luar biasa tantangannya ya.
Memenuhi kebutuhan anak akan duit, harus banget punya duit banyak, biaya hidup dan pendidikan terbaik itu mahal, huhuhu.

Di samping itu, anak juga nggak sekadar butuh duit, mereka juga butuh kasih sayang parents, butuh didikan parents.

Bahkan di zaman now, ketika ayah ibu kompak saja, masih ada celah untuk merasa sangat lelah dan kewalahan untuk semuanya.

Apalagi bagi single fighter parents, baik yang single karena memang udah berpisah, atau single karena parents satunya tidak mau tahu tentang pengasuhan yang lebih baik. 

Sehingga, kadang harus menjadi malaikat buat anak itu sulit, dan untuk itu, boleh kali melakukan pengasuhan dengan paksaan, asal yang dipaksa hanyalah hal-hal yang menyangkut habit positif anak.
Bukan jalan hidup anak. 

Setidaknya, ini adalah pengalaman saya, yang merasa selalu ditarik oleh magnet kebaikan, selalu menghindari kesalahan apalagi yang saya sadar betul itu salah, karena dididik dengan paksaan oleh bapak sejak kecil.

Namun, sekali lagi, lagi-lagi sekali lagi saya tekankan, bahwa tulisan ini sama sekali bukan mengatakan, kalau saya adalah yang terbaik ya.
Tidak, hanya mengambil pelajaran dari pengalaman hidup saja.
Kali aja, ada yang salah pengertian lagi kan parents, hehehe.


Sidoarjo, 11 Januari 2023


Sumber: opini dan pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey

Demikianlah artikel tentang pengasuhan dengan paksaan kepada anak, semoga bermanfaat.

Post a Comment for "Pengasuhan Dengan Paksaan Ke Anak Tidak Selamanya Buruk, Asal Tahu Poin yang Dipaksakan"