Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menyadari Bahwa Kemampuan Anak Lelaki Berbeda dengan Ibunya

Konten [Tampil]
Menyadari Bahwa Kemampuan Anak Lelaki Berbeda dengan Ibunya

Parenting By Rey - Curhat Parenting kali ini adalah dosa pengasuhan saya, sebagai pengingat diri, kalau kemampuan anak lelaki usia belasan tahun itu, berbeda dengan kemampuan ibunya yang berusia puluhan tahun.

Ini kesalahan fatal yang paling sering saya lakukan, karenanya saya tulis di sini, sebagai pengingat diri, untuk menyadari sepenuhnya, kalau tak masalah jika si Kakak, khususnya, tidak bisa melakukan hal-hal 'sesempurna' yang saya lakukan.

Baik, dalam hal pekerjaan rumah, maupun hal-hal yang saya lakukan di saat usia saya sama dengan si Kakak saat ini.

Memang sih, semua hal ini bersumber dari satu masalah besar, ibu yang kelelahan.
Iya, saya terlalu lelah mengerjakan semua hal seorang diri, sehingga seringnya, saya merasa uring-uringan, dan kehilangan kesabaran banget, dalam mengasuh anak-anak.
Terutama pada si Kakak, yang memasuki usia remaja.


Si Kakak Darrell, Anak Sholeh yang Selalu Diandalkan Membantu Mami


Hidup kebanyakan bertiga saja, hanya saya dan kedua anak-anak, bikin saya sedikit banyak bergantung dan mengandalkan si Kakak untuk bisa membantu saya dalam beberapa hal.

Apalagi, kalau pas saya sedang sakit, atau sibuk banget dikejar beberapa deadline kerjaan.
Udahlah, si Kakak jadi salah satu harapan saya untuk meringankan beban saya.

Kemampuan otak berbeda dalam setiap usia

Meskipun, tujuan utamanya sih, untuk membiasakan si Kakak, tentang mengerjakan pekerjaan rumah, untuk jadi life skill-nya di kemudian hari.
Tapi, nggak bisa ditepiskan memang sih, kalau akhirnya si Kakak jadi tempat saya meminta bantuan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang tidak sempat saya lakukan.

Si Kakak sendiri, sebenarnya udah punya tugas harian, seperti menyapu, membersihkan debu di meja dan semacamnya, mengepel, buang sampah, cuci piring meski hanya sesekali.
Meskipun masih jauh dari yang namanya sempurna, baik kesadaran diri, maupun hasilnya.

Ketika saya sakit atau sibuk, mau nggak mau, tugas si Kakak jadi bertambah.
Dari yang harus selalu mencuci piring, terutama ketika maminya nggak bisa pegang spon cuci piring karena tangannya sakit, masak nasi, goreng telur untuk dirinya sendiri, masak mie untuk dia dan adiknya, mencuci baju kotor, memandikan dan menyikatkan gigi adiknya, menyuapin adiknya.

Kasian sih, anak usia 11 tahun, laki-laki pula, harus memikul tugas seperti itu, tapi memang nggak ada yang bisa dimintain tolong selain dia.

Di sisi lain, si Kakak yang hidup dengan mami yang selalu idealis, kadang bikin saya lupa bersyukur akan kehadiran dan kemampuan si Kakak dalam membantu saya mengerjakan hal-hal rumah seperti itu.

Saya yang terbiasa harus rapi dan bersih, kadang tak sadar masih marah-marah dengan hasil kerja si Kakak yang terlihat kurang di mata saya, hiks.


Menyadari Bahwa Kemampuan Anak Lelaki Berbeda dengan Ibunya


Sebenarnya, saya menyadari masalah dari si Kakak yang masih terlihat kurang di mata saya, tiada lain masalahnya berasal dari saya sendiri, yang kadang lupa menyadari, bahwa saya amat sangat berbeda dengan si Kakak, meskipun dia adalah anak dari rahim saya.

Pertama, kelamin kami berbeda, si Kakak adalah lelaki, saya adalah wanita, tentu saja cara berpikir dan kemampuannya berbeda.

Kedua, usia kami sangat jauh berbeda, si Kakak yang masih berusia 11 tahun, dan saya hampir masuk usia cantik, hahaha.

That's why, saya pikir wajib banget menuliskan hal ini, agar bisa saya baca ulang berkali-kali, untuk bisa mengingatkan diri sendiri bahwa: 


Anak Bukanlah Orang Dewasa Dalam Ukuran Mini


Iya, anak-anak tetaplah anak-anak, mereka seharusnya dibiarkan menikmati masa kanak-kanaknya, sesuai dengan kemampuan dan cara berpikirnya.

Anak Bukanlah Orang Dewasa Dalam Ukuran Mini

Si Kakak, adalah anak usia 11 tahun, manalah bisa saya paksa, harus bisa cuci piring sebersih saya, harus bisa menjemur pakaian serapi saya, atau melipat pakaian serapi saya.

Si Kakak adalah anak usia 11 tahun, bagaimana bisa saya memaksanya untuk bisa menyapu sebersih saya, membersihkan debu yang menempel sampai sebersih saya, memasak nasi 'sesempurna saya', atau memandikan adiknya tanpa drama kayak saya.

Ingatlah, tinggi badan si Kakak saja, masih jauh dari saya, dan terlebih lagi usianya yang masih sangat jauh dari saya.

Kalaupun sekarang dia bisa membantu saya melakukan ini itu, tugas saya adalah berterima kasih dan memberikan pujian tulus atas semua bantuannya, bukan memaksa apalagi mencela karena tidak bisa sesempurna yang saya kerjakan!

Karena si Kakak adalah anak kecil, bukan orang dewasa dalam ukuran mini.


Kemampuan otak berbeda dalam setiap usia


Bukan hanya kemampuan kognitif anak yang berbeda dengan orang dewasa, kemampuan otakpun amat sangat berbeda.
Anak-anak, masih dalam tahap pertumbuhan, demikian juga dengan kemampuan otaknya.

Otak anak usia 11 tahun, tentu saja berbeda dengan otak orang dewasa usia puluhan tahun.
Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pola pikir anak dan orang dewasa.

Dan sebagai orang dewasa, sebijaklah memahami setiap hal yang mungkin belum sanggup dicerna anak-anak dengan baik, selayaknya orang dewasa mencerna masalah tersebut dalam pikirannya.

Ini yang paling penting saya baca dan tanamkan dalam pikiran berulang kali, karena seringnya saya memaksa si Kakak untuk bisa mengerti kedudukan saya, padahal dia masih kecil, hiks.


Kemampuan anak lelaki dan anak perempuan berbeda


Salah satu kesalahan fatal saya terhadap si Kakak adalah, sering membandingkan diri sendiri di saat berusia seperti si Kakak.

Kemampuan anak lelaki dan anak perempuan berbeda

Padahal kan beda banget ya.
Saya perempuan, si Kakak laki-laki.
Saya adalah perpaduan darah dan panutan dari mama bapak saya, sementara si Kakak adalah perpaduan darah saya dengan papinya serta panutan dari kami sebagai parents.

Lalu, bagaimana bisa, saya kadang membandingkan diri, di mana dulu memang lebih mandiri ketimbang si Kakak, padahal ya banyak juga kekurangan saya di saat usia yang sama, dibanding si Kakak, hiks


Kesimpulan


Menulis bagi saya, sejatinya adalah menasihati diri.
Dan dengan menuliskan #dosaparenting saya, membuat saya menyadari kesalahan diri, dan bisa mengubahnya dengan segera.

Dan melalui tulisan ini, semoga saya bisa selalu mengingat hal-hal penting dalam kemampuan anak, terlebih kemampuan anak lelaki dibandingkan ibunya, saya.

Bagaimana bisa saya menyamakan diri dengan anak lelaki usia 11 tahun?
Sementara saya perempuan berusia puluhan tahun?
Kemampuan otak kami tentu berbeda, bahkan secara kodrat kemampuan kami selaku pria dan wanita tentu berbeda.

Ah Kakak Darrell, jika suatu saat menemukan tulisan ini, semoga Kakak menyadari, kalau mami merasa sangat bersalah pada Kakak.

Semoga mami bisa menjadi ibu yang terbaik buat Kakak maupun Adik, ibu yang menyadari, bahwa kemampuan anak lelaki itu, berbeda dengan ibunya, dan itu adalah normal.


Sidoarjo, 15 Juni 2022


Sumber: Pengalaman diri
Gambar: Dokpri dan Canva

3 comments for "Menyadari Bahwa Kemampuan Anak Lelaki Berbeda dengan Ibunya"

  1. wah berat juga ya, dulu saya 11 tahun suka nyapu dan mengepel lantai kayaknya sama cuci piring.. dan udah bisa bikin indomie ..

    ReplyDelete
  2. aku dulu umur 11 tahun kayaknya nggak pinter banget dalam urusan "rumah tangga" hahaha. Nyapu itupun kayaknya paling sering kalau pas piket di kelas.
    Urusan cuci baju malah nggak pernah seingatku. Ingatanku nggak banyak di usia anak-anak. Maklum :D

    ReplyDelete