Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cara Menghadapi Suami Egois dan Cuek

Konten [Tampil]
Cara Menghadapi Suami Egois dan Cuek

Parenting By Rey - Cara menghadapi suami yang egois dan cuek itu mudah, cukup bikin suami jatuh cinta ke kita, dijamin ego sebesar gunungpun, akan mencair demi cinta.

Mudah ya nulisnya, praktiknya gimana?
Sulit, hahaha.

Btw, hai hai Parents, apa kabarnya semua?
Masih pada nungguin tulisan saya tema Marriage nggak?
Iya, si MamiRey memang sangat GR paripurna, hahaha.

Jadi, saya mendapatkan beberapa curhatan tentang rumah tangga di email maupun DM akun instagram saya, @reyneraea.
Namun maaf banget, belum sempat saya balas, karena sok sibuknya mamak beranak 2 ini, hahaha.

Namun, saya sempat baca satu dua pesan, di mana rata-rata mengeluhkan tentang masalah rumah tangga yang mana suaminya egois dan cuek minta ampun.

Sometimes, ketika membaca pesan-pesan tersebut, saya geli sendiri, karena bagaimana bisa Parents, curhat dan minta saran dari saya, sementara saya sendiri bukanlah pakar pernikahan, pun juga sama... punya suami yang egois bin cuek abis, hahaha.

Namun bedanya (mungkin), saya sedikit lucky, minimal paksu yang egois dan cuek itu, baru terjadi setelah menikah, waktu pacaran enggak gitu.

Lah apa gunanya, Rey?
Bukannya dirimu ngenes tuh? hahaha

Enggak!
I mean, kalau selama pacaran 8 tahun si pacar masih bisa meleburkan egonya demi cinta, itu berarti saya masih punya kesempatan untuk memenangkan pertempuran melawan ego dan cuek si paksu.

Gimana caranya?
Cukup bikin paksu jatuh cinta lagi sama saya, hahaha.

Gampang kan?
Iya, nulisnya, praktiknya luar biasa, hahaha.  
Tapi bukan berarti nggak bisa sama sekali dong.


Suami dan Ego itu tak bisa Dipisahkan


Hah, apaan tuh maksudnya?

Iya, lelaki normal itu memang punya ego yang besar.
Dan saya baru mau mengakuinya sekarang-sekarang ini, hahaha.

I mean, bukan berarti sebelumnya saya mengingkari kenyataan bahwa lelaki dan ego itu adalah sepaket. Saya sangat menyetujui hal itu, namun sisi perfeksionis saya yang dulunya belum bisa saya maintenance dengan baik, menolak keras penerapan ego lelaki di diri seorang suami dan ayah.

Bahkan, bapak mertua saya berulang kali bilang, bahwa lelaki punya ego itu normal, dan saya berkali juga sakit hati mendengarnya.

I mean
"Woi, semua orang boleh punya sesuatu yang diyakini, tapi balik lagi sadar akan kenyataan!, sekarang status kita tuh as a parents, bagaimana bisa kita memeluk ego, sementara itu berakibat buruk bagi anak-anak!?"
Saya bersikeras bahwa, kita sebagai orang tua itu, harus tampil sempurna, harus mencambuk diri jadi malaikat, biar kalau nggak kesampaian, minimal masih jadi orang tua yang baik.
Karena anak mencontoh.

Ituuuu terus yang saya paksain, alasan anak terus menerus saya jadikan target untuk memenangkan diri dari ego paksu.

Hasilnya?
Paksu jadi makiinnnn egois dan cuek, malah kabur tanpa kabar, semakin rajin tebar pesona pada wanita-wanita lain, semakin saya pengen bunuh diri rasanya, hahaha.

Saya nggak berlebihan juga sih sebenarnya, jika ditinjau dalam kacamata umum.
Karena, waktu kami pacaran selama 8 tahun lamanya, si pacar sama sekali nggak pernah menunjukan egonya.

Dia selalu patuh dan nurut keinginan saya, terlebih dulu tuh sayanya suka banget mengancam dengan perkataan,
"Saya gini orangnya, kalau kamu tahan, mari kita lanjut, kalau enggak, sana pergihhh!"
Eh siapa sangka, setelah nikah dan punya anak, dia ngambil kata-kata itu dong.
Dia melanggar semua hal yang sangat tidak saya sukai, dan hal itu memang umum ya, misal: ngerokok, malas sholat, nggak disiplin waktu, memutuskan semuanya sendiri.

Lalu ketika saya protes (eh marah ding, protesnya dalam bentuk marah, hahaha), dengan pedenya dia jawab,
"Saya gini orangnya dari dulu, kalau kamu nggak suka, sana urus gugat cerai!"
Eh buset dah, tuh laki.
Kek merasa paling ganteng aja, hahaha.

Tips Menghadapi Suami Egois dan Cuek

Off course saya shock berat, apalagi ketika marah dia kabur, nggak ada kabar berhari-hari.
Di WA nggak dijawab (ya iya lah, WAnya ngajak berantem juga, hahaha)

Yang ada dia rajin banget update medsos, rajin tebar pesona, mau cari istri ganti kali ya, untung cewek zaman now sukanya laki orang yang modal, hahaha.
(Sekarang ngakak aja nulisnya, biasanya emosi banget sampai berlinang air mata, hahaha).

Lama banget saya merana dalam sikap buruknya, sikapnya benar-benar menghantam keras sisi inner child saya yang punya luka batin dan mendewakan kesempurnaan.
Semua penderitaan saya tersebut, mungkin banyak Parents baca di banyak postingan saya pada blog ini tema #Marriage, maupun di personal blog saya www.reyneraea.com dengan tema yang sama.

Saya bahkan merasa depresi dengan sikap paksu tersebut, yang lama baru saya mengerti, bahwa sikap paksu itu ya berakar dari sikap saya juga kepadanya.

Terlebih, sesungguhnya memang benar kata bapak mertua saya, bahwa lelaki dan ego itu tak bisa dipisahkan, namun bisa dikurangi atau dialihkan.
Dan hal itu hanya bisa dilakukan, ketika pasangan sang lelaki bisa menyentuh hatinya.

Jadi begitu ya Parents, bukan hanya wanita yang senang disentuh hatinya, lelaki juga.


Cara Menghadapi Suami Egois dan Cuek

Setelah lama menikmati semua rasa depresi, media sosial dan blog jadi tempat pelarian saya, curhat demi release rasa frustasi yang tak tertahan.
Dan entah saya harus menyebutnya lucky, meski banyak yang kontra dan menyindir saya suka buka aib.

Padahal biarin ye, orang saya buka aib sendiri, lah ketimbang situ buka aib orang, ngurusin orang, bukannya double error-nya tuh, hahaha.

Dan sekali lagi, bagi saya aib itu relatif.
Kecuali memang hal-hal yang terjadi di luar kendali kita ya.
Misal, paksu itu menderita kelainan sesuatu dan itu bukan kemauannya, jika saya menyebarkan hal itu, tentu saja saya merasa berdosa banget, karena saya menyebarkan aib.

Aib bagi saya adalah sesuatu di luar kendali orang lain, kalau curhat mengenai sikap buruk seseorang terhadap kita, di mana orang tersebut punya kendali atas dirinya untuk tidak menyakiti, itu mah bukan aib, itu dzalim namanya, hahaha.

Justru, aib bagi saya itu adalah sibuk ngurusin orang lain, itu aib banget sih ya.
Karena memperlihatkan sisi kurang kerjaan kita, bisa-bisanya orang lain lagi sibuk berperang dengan masalahnya seabrek, lah kita malah bersembunyi dari rasa frustasi sendiri dengan sibuk ngurusin orang.

Okeh Rey, ini mengapa bahasnya ke mana-mana ya, hahaha.
FOKUS! hahaha, maapkeun!

Jadi begitulah, setelah lama menikmati frustasi, di mana sehabis nangis, menulis, lalu saya memohon pada-Nya, karena kebesaran-Nya lah, perlahan namun pasti, Allah memberikan saya kesempatan untuk bisa melihat masalah saya dari sisi lain, sisi yang lebih sederhana, yaitu mengendalikan pikiran sendiri.

Saya mulai tersadar, sebenarnya masalah saya itu nggak pelik, sisi perfeksionis saya dan rasa ingin semua sempurna, termasuk pasanganlah, yang bikin saya sedemikian menderita, karena tanpa sadar mengundang sisi egois dan cuek dalam diri paksu.

Perlahan namun pasti, cerita-cerita teman-teman yang selalu menghibur saya ketika menulis galau, mulai masuk merasuki pikiran.
Dan tepatnya ketika saya balik dari mudik karena bapak meninggal, semua perlahan menjadi lebih sedikit mudah bagi saya.
  
Padahal mah, keadaan saya nggak ada yang berbeda jauh, tapi pikiran sayalah yang membuat seolah keadaan saya jadi membaik dalam segala hal.
Setidaknya saya sekarang jauh lebih tenang, karena ketenangan tersebut telah perlahan menang melawan ego dan cueknya sang paksu.

Dan ini yang saya lakukan dalam menghadapi suami egois dan cuek, karena sikap saya juga, hahaha:


1. Menenangkan sisi inner child diri

Disadari atau enggak, banyak banget permasalahan dari rumah tangga tuh, bermula dari gagalnya kedua insan pasangan itu bertumbuh dewasa.
Iya kan, oramg ribut aja mulu, apa bedanya ama anak kecil, hahaha.

kata-kata untuk Suami Egois dan Cuek

Setelah ditelaah lebih dalam, salah satu yang paling masuk akal menjelaskan hal tersebut adalah, karena banyak manusia yang diam-diam punya luka batin di masa kecil.

Luka batin itu bertahan dalam sosok kekanakan diri, yang selalu muncul bahkan menguasai keseharian kita.
Dalam masalah kami, sisi inner child saya yang paling mendominasi, dan sisi tersebut lama-lama membangunkan sisi inner child suami.

Saya pernah membahas sedikit mengenai inner child ini, dan hadirnya di dalam kehidupan pernikahan. 
Lalu bagaimana cara menenangkannya?
Ini mah kudu bikin satu postingan panjang mengenainya, lain kali aja ya saya tuliskan lebih detail tentang apa yang saya lakukan dalam menenangkan inner child saya?

Yang jelas, semua itu tidak jauh-jauh dari hal belajar dan berlatih tanpa putus, hal-hal tentang pausing atau memberi jeda saat amarah datang, serta berlatih pernapasan untuk meringankan rasa sesak di hati.

Saya masih ingat betul, suatu malam bagaimana saya menikmati rasa sakit yang aneh dalam dada, lalu perlahan saya coba melatih pernafasan saya, dan keajaiban saya rasakan, ketika perlahan rasa sesak itu keluar bersama hembusan nafas saya.

Hasilnya?
Saya berhasil mengurungkan niat untuk mengirim pesan ngajak ribut sama suami yang seenaknya pergi, nggak kasih kabar, nggak kasih duit pula, hahaha.

Setelah itu, saya memberikan pelukan hangat ke diri sendiri, betapa bangganya saya berhasil melewati semua rasa tersiksa tersebut, dengan ketenangan dan berujung kebahagiaan, karena saya akhirnya yang WA duluan, tapi saya berhasil menerapkan komunikasi asertif, dan berakhir dengan paksu minta maaf pada saya.

Ajaib! hahaha.


2. Memberikan ruang pada Suami

Ini deh yang paling jadi sumber masalah dalam masalah kami.
Tiada lain atau tiada bukan, karena saya kesulitan melihat bahwa suami juga ingin punya 'ruang', meskipun dia udah menikah dan jadi seorang ayah.

Saya lupa, kalau sayapun sering merindukan hal itu, saya juga ingin punya 'ruang' sendiri, di mana di dalam ruang itu hanya ada saya, tanpa suami maupun anak.

Saya rasa, banyak perempuan, khususnya ibu rumah tangga merindukan hal itu bukan?
Nah yang jadi masalah adalah, kebanyakan kita para istri juga lupa, bahwa bukan hanya kita yang merindukan hal itu, suami juga.

Well, kebanyakan mungkin berpikir, temasuk saya, bahwa suami kan udah punya hal itu.
Dia punya hal itu ketika bekerja di luar, di mana suami bisa ketemu banyak orang, nggak diribetin anak, apalagi kalau suami LDM kayak saya, duh rasanya iri banget, ketika saya sakit kepala karena kurang tidur, sementara di sana paksu bisa tidur dengan puas, bangun sesukanya, mau nggak sholat Subuh juga nggak masalah.

Meski hal itu juga kebawa pas di rumah, dia malas sholat, dan si Kakak meniru dengan plek ketiplek lalu saya yang kena getahnya, karena saya juga masih berjuang memberi 'ruang' ke anak, tapi tidak dengan sholat.

Nah hal-hal seperti ini ternyata nggak bisa dikatakan 'ruang' buat para suami, dan penilaian saya sejatinya juga dikuasai oleh rasa belum bisa berdamainya saya dengan keputusan sendiri menjadi IRT.

Jadi saya belajar banget, untuk tidak membuat suami harus merasakan apa yang saya rasakan dan alami, biar rumah tangga terlihat adil, justru saya belajar menjadikan hal yang saya pikir nggak adil itu, sebagai salah satu sisi untuk memenangkan ego suami.

Iya, dengan saya diam aja memberikan 'ruang' pada suami, lama-lama dia sadar sendiri, betapa susahnya jadi saya, dan betapa enaknya jadi dia, dan pak suami berusaha keras menebus semua kesulitan saya tersebut, dengan dia menjadikan saya ratu, ketika saya di rumah, serta sekuat tenaga mengikuti hal-hal yang saya sukai, misal rumah rapi, anak-anak terurus dengan baik, sementara saya bebas tidur dengan puas, hahaha.

Hal lain yang juga paling kronis dalam masalah kami adalah KEUANGAN.
Bukan masalah uang kurang.
Bagi saya itu bukan masalah besar lagi sih, karena saya menikah dengan paksu dalam keadaan minus, bukan nol, hahaha.

Namun, masalah besarnya adalah, semakin ke sini, paksu semakin ingin mengurus uang seorang diri, dia udah jarang banget ngasih saya uang gajinya, saya bahkan nggak tahu berapa gajinya.
Ini sangat jadi masalah besar buat saya, karena saya terlahir dan tumbuh dengan karakter yang maunya terencana, karena saya paling takut nggak punya duit, apalagi punya hutang, hahaha.

Tapi, semakin saya jungkir balik protes, semakin kabur si paksu, sampai akhirnya saya mulai menerima keadaan yang memang udah dikasih tahu oleh bapak mertua berulang kali, bahwa seorang lelaki kadang pengen punya 'sesuatu' dalam bentuk tanggung jawab seorang diri.

Perkataan bapak mertua tersebut bertahun saya tolak, karena saya tahu paksu sampai saat ini masih gagal mengelola keuangannya.
Semuanya kacau balau, dansaya udah memohon-mohon jungkir balik buat paksu jujur tentang keuangan.

Berapa gajinya, berapa hutangnya, berapa tanggungannya?
Nyatanya nihil.
Semua keluarganya mengatakan seperti yang paksu katakan berulang kali pada saya, bahwa...
Dia masih berusaha memperbaiki keadaan, dan nggak akan menyerah sedikitpun.

Namun dia hanya akan keep semua masalah itu untuk dirinya sendiri, karena dia nggak mau menambah beban pikiran saya yang udah bersusah payah mengurus anak di rumah.  

Berulang kali saya mengatakan, bahwa dengan dia nggak mau jujur, malah itu bikin saya makin nambah beban pikiran, tapi nggak mempan, sampai saat ini dia nggak mau jujur juga.

Sampai akhirnya, saya mundur dan mengakui, bahwa paksu juga memang butuh ruang, termasuk ruang untuk menyimpan masalah dan bebannya sendiri, demi harga dirinya sebagai lelaki.

Dan bermodalkan poin 1 di atas, saya fokus menenangkan inner child, dan mengikhlaskan masalah itu, ibaratnya ikut aja deh, toh dia memang pemimpin keluarga ini, dan saya sendiri yang memilihnya.
Karenanya, ini adalah konsekwensi dari pilihan saya.

Lalu, adakah hasilnya ketika saya memberi ruang pada paksu tentang masalah keuangan?
Well, saya nggak tahu sih, orang saya nggak dikasih tahu, hahaha.
Tapi yang jelas, sekarang paksu semakin giat menanggung semua kebutuhan rumah tangga.

Semacam paksu berusaha agar saya nggak perlu mengeluarkan uang hasil kerja sendiri buat kebutuhan rumah tangga.
Jadi, sedikit demi sedikit saya bisa fokus menabung untuk hal-hal yang lebih besar, seperti mengkhitan si kakak, ataupun kebutuhan lainnya.

Dan lagi-lagi saya dibuat takjub oleh kebesaran dan rahasia Allah tentang rezeki, Alhamdulillah kami masih bisa hidup meski terseok, setidaknya hati lebih tenang dan insha Allah rezeki lebih mudah datangnya.


3. Berdamai dengan kekurangan suami di mata saya

Ini mah sebenarnya modal dasar menikah ya, di mana menikah adalah seni menerima kekurangan pasangan.

Suami Egois dan Cuek

Saya sadar betul tentang modal itu, sayangnya sebelumnya saya masih dikuasai inner child yang terluka, yang memaksa saya untuk memaksa suami jangan memelihara kekurangannya, hahaha.

Iya, saya merasa selalu hidup memerangi kekurangan saya, dan saya menuntut suami juga harus melakukan hal yang sama dengan saya.

Nyatanya, memaksa paksu seperti itu, hanya membuat dia semakin parah memelihara kekurangannya, bahkan disengajai, hahaha.

Berangkat dari hal itu, dengan modal menenangkan diri, saya mulai belajar menerima kekurangan atau hal-hal yang kurang di mata saya dari diri suami.

Seperti merokok, saya memilih tidak melarangnya lagi, tapi mencoba cara lain untuk menyampaikan hal yang tidak saya sukai terhadap rokok.
Di mana, paksu jangan berani dekat-dekat saya karena saya beneran nggak suka bau rokok.
Saya bisa migren dan susah sembuhnya kalau cium bau rokok.

Ajaib, setelah mendengar keluhan saya tentang apa yang saya rasakan, tanpa melarang dia merokok, eh dia sendiri kembali menahan diri untuk tidak merokok, tanpa saya suruh berhenti, hahaha.

Demikian juga dengan kebiasaannya, yang malas sholat, saya cuman mengeluh bahwa si kakak sekarang malas sholat, terus saya nasihati malah dijawab katanya orang tua juga malas sholat, tanpa menyalahkan langsung si paksu, eh dianya mulai memerangi malasnya buat sholat dong, hahaha.

Ternyata berdamai dengan kekurangan suami tidak saja menghadirkan hati yang lebih tenang, tapi juga bisa menemukan solusi tanpa masalah baru.


4. Berkomunikasi secara asertif

Nah ini juga kunci dalam keberhasilan saya memenangkan ego dan kecuekan suami, yaitu berkomunikasi secara asertif atau komunikasi yang fokus ke masalah dan solusi tanpa menyerang lawan bicara.

Atau bahasa awamnya adalah menyampaikan apa yang kita rasakan, bukan memaparkan kesalahan lawan bicara.

Misal, saya kesal karena paksu pergi tanpa pamit, sampai di tujuannya nggak kasih kabar pula, dan yang paling nyebelin adalah, dia nggak ninggalin duit sedikitpun di rumah.

Biasanya, karena saya udah kesal, bukan hanya double kesal, tapi triple dah kesalnya.
Pesan yang akan terkirim ke paksu, bukannya fokus tanya duit saja atau tanya kabarnya, tapi yang paling banyak bahkan pembukanya adalah kata-kata penyerangan.
"Bagus ya, udah nggak ada kabar, nggak ninggalin duit pula di rumah!"
Lalu, kalau dijawab mah syukur, kadang malah nggak dibaca, makin sakit hatihhhh rasanya, hahahaha

Lalu, setelah menenangkan hati, saya ubah cara penyampaiannya secara lebih baik, dan fokus ke masalah yang ingin saya sampaikan, abaikan rasa kesalnya.
Jadi:
"Pi, lagi sibuk kah? listriknya habis nih"
Hanya dalam hitungan menit, pesan saya terbaca dan langsung dibalas dengan ribuan kata maaf, hahaha. 
See, masalah teratasi, tanpa ada masalah tambahan lagi.


5. Menggoda suami

Bagi yang sering baca curhatan saya di tema marriage pasti udah tahu, bagaimana saya merasa ilfil banget sama paksu, mau godain? ih ketemu aja malas liat mukanya, hahaha.

Tapi.
Kuat-kuatan cuek sama lelaki egois dan cuek itu, hanya bikin kita makin tersakiti aja.
Apalagi kalau suami, sebelumnya adalah tipe lelaki yang baik banget ke kita, itu rasanya ampunnnn sakit banget.

Ya mau nggak mau, saya duluan yang harus mencairkan hatinya, menyentuh hatinya, biar paksu jatuh cinta lagi ke saya, kan itu kunci utamanya.
Kalau hatinya udah berhasil saya kunci, maka semua ego dan cueknya akan menguap bersama angin.

Maka demikianlah, bermodalkan chat WA, sedikit demi sedikit saya mulai menggoda suami.
Awalnya simple sih, cukup kirim emot kiss kiss aja, pas lagi chat.

Langsung ditanggapi dengan balasan emot kiss kiss berlapis dong, hahaha.  
Meskipun kadang kesal sendiri, melawan rasa sesak, karena kalau bukan saya yang duluan, manalah dia mau beromantis ria saat chat.

Tapi sekali lagi, saya fokus ke diri saya, menganggap kalau tidak ada hasil yang mengingkari usaha, jadi dengan usaha saya menggoda suami sendiri, bakalan saya juga yang akan nikmati hasilnya.

Sekarang, Alhamdulillah keadaan hubungan kami udah mulai lebih membaik.
Si paksu udah lebih sering pulang, meski membawa masalah baru, yaitu dia bawa pulang virus sodara, hahaha.

Tapi, saya merasa masalah yang dia bawa bersamanya, bisa diatasi dengan baik.
Jadinya ya nggak jadi masalah tambahan yang berat.

Misal, saya sakit dan harus isolasi mandiri udah 3 mingguan.
Selama itu dia lebih banyak di rumah dong, ngurusin anak-anak, masak, nyuci, beliin obat dan vitamin, buah dan selalu sediain makanan dan minuman sehat buat saya.

Dia juga mulai rajin kasih kabar kalau kerja, kembali seperti dulu, di mana sesampainya di tempat kerja pasti kirim kabar.
Dan karena hal itulah, mental saya sekarang jadi lebih tenang.

So Parents, demikianlah cara saya menghadapi suami yang egois dan cuek.
Dan menurut saya sih memang kecuekan serta egoisnya suami itu bersumber dari sikap kita sebagai istri.

Karena suami juga manusia, punya hati dan punya perasaan.
Sama seperti kita para istri yang suka disentuh hatinya, demikian juga para suami.

Oh ya, mungkin banyak Parents yang baca tulisan ini lalu bercelutuk.
"Lah Rey, akhirnya kamu sadar, kan dari dulu udah dibilangin!"
Iya betul.
Tapi percayalah, butuh waktu untuk mencerna semua hal-hal baru, dan thanks to waktu yang selalu mengajarkan banyak hal kepada saya, dan juga kita semua.

How about you, Parents?

Sidoarjo, 30 Juli 2021


Sumber: pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey

4 comments for "Cara Menghadapi Suami Egois dan Cuek"

  1. Baca ini, seneng banget loh mbak Rey. Huhuhu. Semoga keadaan Mbak dan keluarga semakin baik, lebih baik lagi kalau dijalani semua sama-sama.

    Eheee, si aku ini tukang silent reader keknya dari 2018 apa awal 2019 deh. Jadi meskipun jarang ngomen (heaaaa), ikut seneng aja bacanya, dan saya juga bisa merasakan ketenangan mbak yang merasa sudah bisa mengambil kendali lebih terhadap emosi dan situasi diri.

    Dan seperti biasa, tulisan mbak saya ingat-ingat untuk dibaca kembali, sebagai pelajaran buat saya yang nikahnya baru seumur jagung ini.

    Semoga berkah selalu meliputi keluarga ya mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin ya Allah, makasih yaaaa.
      Semoga Mega juga demikian, sehat dan bahagia selalu, aamiin :)

      Makasih juga udah sering mampir ya, semoga ada manfaatnya :*

      Delete
  2. Kodratnya emak-emak itu suka kepo. Kalau Rey curhat nenek ini sanggup membacanya sampai detail dan tuntas. He he .....

    ReplyDelete
  3. Izin share ya ananda, Rey. Untuk perbandingan emak muda yang sedang galau. Dikirim via inbox saja.

    ReplyDelete