Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bahasa dan Dialek Khusus Di Rumah Agar Anak Mudah Beradaptasi

Konten [Tampil]

melatih anak mudah beradaptasi melalui dialek khusus

Sudah hampir 9 bulan saya dan anak-anak hidup di pulau Buton, tapi tau nggak sih, kami masih setia dengan bahasa dan dialek khusus, khas ala kami (saya dan anak-anak) di rumah seperti biasanya. 

Pakai bahasa Indonesia sih, tapi dialeknya kayak Jawa, eh bukan juga sih. Pokoknya bahasa Indonesia yang biasa dipakai orang-orang di pulau Jawa, minus medoknya aja.

Paling mudah dibayangkan ya, dialek saya kalau sama anak-anak itu, sama kayak tulisan ini. Karena saya memang menulis seperti berbicara.

Nggak heran, saya masih tetap berbicara dengan tambahan dialek yang berbeda dengan kebanyakan orang di pulau Buton. Dan seringnya deg-degan takut disemprot langsung dengan kalimat,

"Apaan sih, orang Buton kok logat Jawa!"

Hahaha. 

Syukurlah sampai sekarang sih semua masih aman, meskipun mungkin yang lain pada eneg liat saya masih sering pakai dialek nggak kayak orang Buton.

Tapi mau gimana lagi, saya nggak sefasih anak-anak ketika beradaptasi dan switching penggunaan bahasa dan dialek.


Cerita Dibully Karena Bahasa dan Dialek

Jadi, ada alasan terbesar mengapa saya ngotot memaksa anak-anak harus punya bahasa dan dialek khusus antara saya dan mereka saja, tak peduli di manapun kami berada.

Bermula karena saya nggak bisa berbahasa Jawa atau daerah, jadinya saya selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek seperti tulisan ini, ketika berbicara di Surabaya, termasuk berbicara dengan anak-anak.

Seiring waktu, anak-anak sekolah dan saya takjub banget mereka akhirnya bisa berbicara seperti layaknya anak-anak di Surabaya ngomong, yaitu mostly pakai bahasa daerah, lengkap dengan dialek atau logat khas medoknya.

Sementara itu, ketika anak-anak berbicara dengan saya, mereka menggunakan bahasa yang biasa kami gunakan. Awal-awalnya saya sering memperbaiki atau mengkoreksi cara mereka berbicara dengan medok. Untungnya anak-anak nurut, dan Alhamdulillah lama-lama mereka bisa switching penggunaan bahasa dengan sangat fasih tanpa medok. 

Jadi, ketika mereka ngomong ke teman-temannya, anak-anak menggunakan bahasa dan dialek yang persis teman-temannya gunakan, lengkap dengan medoknya.

Tapi ketika berbicara dengan saya, menggunakan bahasa Indonesia tanpa medok sama sekali. Jujur saya takjub plus terharu dengan kemampuan receh tapi penting anak-anak tersebut.

Jadi ingat ketika kecil dulu, saya lahir di Sulawesi Utara, dan di usia 5 tahun pindah ke Buton. Dan ingat banget dulu tuh sering digangguin teman karena logat atau dialek kami berbeda.

Ketika SD hingga SMP saya bersekolah di Buton, dan ketika STM bersekolah di Baubau. Bahkan hanya beda daerah yang berdekatan saja, dialeknya ikut beda.

Alhasil saya kena bully lagi ketika masuk STM, hanya karena dialek saya berbeda dari teman-teman kebanyakan.

Tapi itu nggak seberapa sih, bully-an yang lebih mengena tuh saya dapatkan ketika pertama kali kuliah di Surabaya. Kala itu sebenarnya saya udah tinggal selama 2-3 bulanan di Surabaya sebelum masuk kuliah. Tapi yang namanya dialek beda pulau itu ya, bedanya nggak ketulungan.

Mulai dari pengucapan huruf saya yang aneh, contoh pengucapan huruf E. Di Buton, pengucapan E itu mirip orang Medan, huruf E-nya diucapkan secara lebar.

Gegara menyesuaikan dengan teman-teman di Surabaya, saya sering kebolak balik menggunakan mana E 'lebar', mana E 'sempit'.

Demikian juga dengan penyebutan O, bahkan hingga saat ini saya belum bisa menyebut O yang 'halus' kayak orang Jawa. 

Jangan suruh saya ngomong pakai bahasa Jawa, misal kata 'Loro'. Sesungguhnya saya nggak bisa bedain, mana 'loro' yang artinya dua, mana 'loro' yang artinya sakit, hahaha.

Selain penyebutan dialek yang berbeda dan terdengar lucu sehingga di-bully oleh teman-teman, ketidak pahaman saya akan bahasa daerah lain sering bikin saya jadi bulan-bulanan bully-an teman-teman.

Dengan dalih bercanda sih, tapi kadang bikin kesal dan bete juga, kalau sering digitukan. 

Contohnya, mereka mengajarkan kosa kata baru yang sebenarnya artinya jelek, tapi dibohongi kalau artinya bagus. Bahkan saya diminta berbicara dengan orang lain pakai kata tersebut yang sebenarnya bisa semacam makian atau ejekan buat orang lain.

Apalagi di zaman dulu tuh nggak ada cara lain untuk mencari tahu arti kata demikian yang sebenarnya. Berbeda dengan zaman sekarang yang mana selama ada koneksi internet, kita bisa mencari tahu di google.

Karena pengalaman masa kecil dan remaja saya yang demikian, bikin saya lebih aware akan masalah bahasa dan dialek anak-anak.

Jadilah saya menerapkan bahasa dan dialek tetap kami, dan mendorong anak-anak tetap bisa beradaptasi dengan baik dan cepat di lingkungan luar.

Dan Alhamdulillah, usaha saya nggak sia-sia. Ketika di Jawa, anak-anak sangat mahir berbicara dengan bahasa Jawa khas orang Surabaya ngomong, bahkan lengkap dengan dialek medhok khas kota pahlawan tersebut.

Dan mereka juga mahir switch ke dialek dan babhasa khusus kami di rumah dengan baik. 

Ternyata kemampuan tersebut bikin mereka lebih smooth beradaptasi ketika harus pindah ke Buton. Hanya dalam sedikit waktu, anak-anak sudah bisa berbicara dengan dialek Buton ketika mereka masuk sekolah. Karenanya, anak-anak tak perlu merasakan bully-an berkepanjangan karena dialeknya berbeda dengan kebanyakan teman-temannya.

 

Manfaat Punya Bahasa dan Dialek Khusus Bersama Anak-Anak Di Rumah Ala MamiRey

Menurut saya pribadi, ada beberapa manfaat dari punya bahasa dan dialek khusus antara parents dan anak-anak, di antaranya:


1. Sebagai Sarana Bonding Parents dan Anak

Bonding atau ikatan emosional yang kuat dan penuh kasih sayang antara parents dan anak bisa dilakukan dengan berbagai cara dan sarana. Salah satunya dengan punya bahasa dan dialek khusus di rumah yang biasa digunakan ketika berkomunikasi antara parents dengan anak.

Dengan punya bahasa dan dialek khusus, komunikasi terasa lebih khusus dan intens. Ada rasa saling memiliki, karena berbeda dengan cara berkomunikasi di luar rumah atau dengan orang lain.


2. Melatih Anak Mudah Beradaptasi Dalam Komunikasi Di Manapun Dia Berada

Disuruh atau tidak, khususnya buat anak laki-laki ya, mereka akan lebih mudah beradaptasi menggunakan bahasa yang banyak digunakan oleh teman-temannya.

Setidaknya ini pengalaman saya dan yang terjadi pada kedua anak saya.

Meski mereka berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia dan dialek khas kami, tapi mereka akan berbicara dengan dialek yang sering digunakan teman-temannya di manapun mereka berada.

Misal, di Surabaya anak-anak akan berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa medok khas orang Surabaya. Tapi ketika pindah ke Buton mereka dengan mudah menyesuaikan bahasa dan dialek yang digunakan kebanyakan orang Buton.

Dan mereka bisa beradaptasi dengan sangat cepat, karena sudah terbiasa switch dialek sebelumnya. 


3. Mencegah Bullying Pada Anak

Meski bullying seharusnya dilarang bagaimanapun bentuknya, tapi mencegahnya atau meminimalisir terjadi pada anak memang sebaiknya dilakukan juga.

Karena pada dasarnya, bullying terjadi salah satunya ya karena faktor perbedaan yang mencolok dari satu anak.

Dengan membuat anak-anak mudah beradaptasi dengan lingkungannya secara cepat, akan membuat mereka jauh dari alasan bully-an teman-temannya.

Baca juga : Bullying Di Sekolah, Makanan dan Uang Jajan Diminta Paksa


Kesimpulan Dan Penutup

Pengalaman saya selama ini mengajarkan bahwa bahasa dan dialek bukan sekadar alat komunikasi, tapi juga bentuk identitas dan jembatan emosional dalam keluarga.

Dengan membiasakan anak-anak memiliki satu dialek khusus bersama saya di rumah, mereka bukan hanya belajar berkomunikasi, tapi juga terlatih untuk beradaptasi secara sosial di berbagai lingkungan, tanpa kehilangan kedekatan dan keunikan hubungan kami.

Saya percaya, kemampuan untuk switching dialek ini bukan hanya membuat mereka lebih mudah diterima di lingkungan baru, tapi juga menjadi langkah kecil untuk meminimalisir risiko bullying karena perbedaan yang seringkali dianggap sepele.

Karena pada akhirnya, membekali anak dengan kemampuan adaptif dan rasa aman di rumah adalah bentuk kasih sayang yang sederhana namun berdampak besar


Baubau, 20 September 2025

Post a Comment for "Bahasa dan Dialek Khusus Di Rumah Agar Anak Mudah Beradaptasi"