Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penderita Kusta dan Disabilitas Punya Hak Sama untuk Beranjak Dari Kemiskinan

Konten [Tampil]
Penderita Kusta dan Disabilitas Punya Hak Sama untuk Beranjak Dari Kemiskinan

Penderita penyakit kusta atau yang biasa disebut lepra, terlebih bagi yang sampai mengalami disabilitas karena penyakit tersebut, selama ini ibarat mendapat kutukan, sehingga mendapatkan banyak diskriminasi, yang mengakibatkan sulit beranjak dari garis kemiskinan.

Bahkan, dari beberapa data dikatakan, Indonesia menduduki peringkat ke-3 di dunia dalam masalah kasus kusta, setelah India dan Brazil.

Hal ini ikut menyumbang tingkat kemiskinan di Indonesia, bahkan beberapa data disebutkan, bahwa ada sekitar 15,26% angka kemiskinan dari penyandang disabilitas termasuk OYPMK (orang yang pernah menderita kusta), dan 10,14% dari non disabilitas, untuk seluruh angka kemiskinan di Indonesia.

Tingginya angka kemiskinan dari penderita kusta tersebut, diyakini ada hubungannya dengan diskriminasi yang mereka peroleh, lantaran masih banyaknya stigma negatif dari masyarakat tentang penyakit kusta itu sendiri.


Penyakit Kusta itu Tidak Mudah Menular kok!


Sepertinya, masih banyak yang belum paham, kalau sebenarnya penyakit kusta itu nggak mudah menular seperti penyakit menular lainnya kok.

Saya pun, jujur baru akhir-akhir ini tahu, kalau ternyata penyakit kusta itu nggak seperti kutukan, dan kita harus menghindari sejauh mungkin para penderita kusta.

Hal ini disebabkan sejak kecil, saya udah terdoktrin dari mama saya yang memang seorang petugas kesehatan di daerah yang dulunya masih belum berkembang.

Selain penderita TBC, penderita kusta atau yang sering mama sebut lepra, adalah sosok yang harus benar-benar saya hindari.

Seingat saya, dulu memang ada penderita kusta di tempat tugas mama tersebut, dan karena mama yang ke rumahnya langsung untuk mengobatinya, jadinya setiap pulang, kami dioleh-olehin cerita seram tentang penyakit tersebut.  

Maklum ya, dulu kan ilmu pengetahuan dan informasi masih sangat terbatas, jadinya saya percaya saja, dan hampir semua masyarakat juga percaya bahwa penderita kusta, bahkan udah sembuhpun, karena ada yang sampai menyerang saraf dan mengakibatkan disabilitas, jadinya dijauhi oleh masyarakat.

Sampai sekarang, berpuluh tahun terlewati, ternyata stigma negatif itu masih melekat di masyarakat dong, dan tentu saja hal ini membuat para penderita bahkan OYPMK hingga keluarganya, semacam mengalami diskriminasi di masyarakat.

Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan orangorang, bahwa sebenarnya penyakit kusta itu, tidak semudah penyakit menular lainnya dalam penularannya.

Dikutip dari Alodokter, penyakit kusta atau lepra merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri kronis dan menyerang jaringan kulit, saraf tepi, hingga saluran pernapasan. 
Kusta atau lepra juga dikenal dengan nama penyakit Hansen atau Morbus Hansen.

Adapun penyebab penyakit kusta adalah karena infeksi bakteri Mycobacterium leprae, di mana bakteri ini menular dari satu orang ke orang lainnya, dengan melalui percikan cairan, dari saluran pernapasan atau droplet, seperti ludah atau dahak, yang biasanya keluar saat batuk atau bersin.

Namun yang harus diketahui adalah, orang yang dapat tertular kusta,  hanya jika ia terkena percikan droplet dari penderita kusta, secara terus-menerus dalam waktu yang lama. 

Jadi, sebenarnya bakteri penyebab lepra ini, tidak mudah menular kepada orang lain, dan juga butuh waktu lama untuk berkembang biak di dalam tubuh penderita.

Bahkan, yang harus diketahui bersama adalah, penyakit kusta tidak akan dengan mudah menular, ketika bersalaman, duduk bersama, bahkan berhubungan seksual dengan penderita.
Demikian juga, kusta tidak menular dari ibu hamil ke janinnya.

Nah, hal-hal demikian ini yang masih perlu banyak sosialisasi, karena kebanyakan diskriminasi yang diterima oleh penderita kusta hingga OYPMK hingga berakibat disabilitas tuh, karena orang-orang udah parno duluan dengan mereka.

Padahal ya, bahkan penderita kusta juga tidak seharusnya dikucilkan, apalagi kalau udah sembuh, termasuk keluarganya, karena untuk keluarga penderita yang harus merawat penderita kusta, biasanya akan diberikan obat-obatan khusus, untuk mencegah penularan dari penderita.


Talkshow Ruang Publik KBR tentang "Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?"


Nah kebetulan banget nih, siang tadi saya berkesempatan ikut dalam talkshow yang diselenggarakan oleh Ruang Publik KBR bertema: "Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?"

Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah

Talkshow ini disiarkan langsung dari kanal YouTube KBR, dan menghadirkan Ibu Dwi Rayahuningsih sebagai Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas.
Serta Bapak Sunarman Sukamto, Amd, Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staf Presiden (KSP).

Dalam talkshow yang menarik ini, Ibu Dwi menjelaskan bagaimana korelasi antara angka kemiskinan yang salah satunya disumbangkan dari para OYPMK serta disabilitas akibat kusta, di mana salah satu penyebabnya adalah karena diskriminasi yang masih dialami mereka dalam berupaya beranjak dari garis kemiskinan, dengan mengandalkan potensi yang mereka miliki.

Talkshow Ruang Publik KBR tentang "Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?"
Ibu Dwi Rayahuningsih

Karena stigma negatif dari masyarakat, sehingga banyak penderita kusta dan disabilitas yang mengalami kesulitan ekonomi, dikarenakan akses mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bahkan untuk berkontribusi dalam masyarakat sangat terbatas.
 
Ada banyak penderita kusta dan disabilitas, yang sebenarnya punya potensi dan kemampuan, namun tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang pantas, hanya karena tidak dipercayai karena kusta tersebut, selain itu, kondisi psikologis para penderita kusta dan disabilitas yang berkali dikucilkan dan ditolak, membuat mereka menarik dari masyarakat diri dengan sendirinya.

Hal tersebut disampaikan juga oleh Bapak Sunarman Sukamto, yang banyak mengumpulkan data-data dari lapangan.

Talkshow Ruang Publik KBR tentang "Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?"
Bapak Sunarman Sukamto, Amd

Dan karenanya pemerintah segera menerapkan beberapa langkah dan upaya, guna mengatasi hal tersebut, dengan cara menghentikan stigma negatif dan diskriminasi sosial ekonomi terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas.

Pemerintah, di bawah Kementerian Kesehatan RI, mengadakan banyak program, guna memberikan edukasi atas stigma negatif kebanyakan orang terhadap terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas.
Ada pula pengobatan gratis guna para penderita kusta dan keluarga yang merawat mereka.

Juga edukasi kepada masyarakat luas, agar makin banyak yang mengerti, kalau penyakit kusta itu bukanlah penyakit kutukan, dan sangat bisa disembuhkan.
Juga tidak semudah penyakit menular lainnya dalam menulari orang lain. 

Sehingga, para OYPMK dan penyandang disabilitas, punya hak yang sama dalam memperoleh pekerjaan, dan bidang usaha wajib mempekerjakan semua pekerja dilihat dari kompetensi dan kemampuannya, tidak membatasi dari keterbatasan penyakit ataupun disabilitas.
 
Ini menarik banget, seorang penelpon dari Papua jauh-jauh menelpon, untuk mempertanyakan tentang masalah sulitnya mengakses pekerjaan bagi seorang OYPMK hingga disabilitas.
Karena minimnya edukasi tentang masalah kusta tersebut.

Padahal, pemerintah telah membuat beberapa program, melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), yang bertujuan untuk memberi peluang bagi OYPMK dan penyandang disabilitas kusta bisa bekerja di sektor-sektor pekerjaan sesuai kemampuannya. 

Kemenaker juga telah menerapkan aturan pemberian kuota bagi tenaga kerja disabilitas sebesar minimal 2% di semua perusahaan pemerintah, serta minimal 1% untuk perusahaan swasta. 

Dengan program tersebut, diharapkan dapat membantu OYPMK dan penyandang disabilitas kusta, agar tetap punya hak dalam semua sektor pekerjaan.
Dengan demikian mereka bisa lebih berkarya serta produktif, hingga mandiri secara finansial, dan bisa beranjak dari kemiskinan.

Bukan hanya itu, semua provinsi maupun tingkat kabupaten ataukota di Indonesia, diwajibkan untuk mempunya Unit Layanan Disabilitas (ULD).

Unit ini bertujuan untuk memberikan informasi lowongan kerja serta mempromosikan tenaga kerja disabilitas kepada pemberi kerja khusunya pihak swasta. 

ULD juga mempunyai tugas untuk memberikan penyuluhan serta bimbingan kepada para OYPMK serta penyandang disabilitas, agar dapat kembali aktif di semua kegiatan sosial ekonomi di masyarakat.


Penutup 


Penderita kusta hingga disabilitas, sesungguhnya bukanlah seseorang yang dikutuk.
Masyarakat harus tahu, kalau kusta sebenarnya bukanlah penyakit yang mudah menular hanya dengan sekali sentuhan, dan penyakit ini sangat bisa disembuhkan.

Karenanya, sebijaknya tak ada lagi diskriminasi untuk orang-orang yang menderita kusta, atau OYPMK hingga disabilitas, karena kebanyakan orang-orang demikian, jadi sulit bergerak untuk beranjak dari kemiskinan, dikarenakan langkah mereka terbatasi oleh stigma negatif banyak orang tentang penyakit kusta.

Pemerintah, melalui beberapa kementrian terkait, sudah melakukan banyak kegiatan yang dapat membantu para OYPMK dan disabilitas bisa lebih mandiri dan beranjak dari kemiskinan.

Karena kenyataannya, masih banyak penderita kusta, OYPMK serta disabilitas yang menyumbang angka kemiskinan di Indonesia.

Namun, semua hal positif yang telah dilakukan pemerintah, akan lebih mudah dilaksanakan, dengan adanya kerja sama antar banyak lembaga, termasuk kita sebagai masyarakat.
Yuk, stop diskriminasi terhadap penderita kusta, OYPMK dan disabilitas, karena mereka juga punya hak yang sama untuk beranjak dari garis kemiskinan.  

Sidoarjo, 28 September 2022

Sumber: 
  • https://youtube.com/c/BeritaKBR
  • https://www.alodokter.com/kusta
Gambar: berbagai sumber

Post a Comment for "Penderita Kusta dan Disabilitas Punya Hak Sama untuk Beranjak Dari Kemiskinan"