Hari Pendidikan Nasional 2025 dan Jurang Perbedaan Sekolah Negeri vs Sekolah Elit
Hari ini media sosial, setidaknya di feed akun saya, diramaikan oleh foto-foto para guru yang mengenakan beragam pakaian khas daerah masing-masing. Hal ini berkaitan dengan peringatan hari Pendidikan Nasional 2025.
Si kakak maupun si Adik juga lumayan sibuk di pagi hari, melibatkan mami dan nenek ikutan sibuk. Gara-garanya cari atribut yang menggambarkan sentuhan pakaian daerah.
Awalnya sih berniat mau pakai pakaian adat Jawa, karena anak-anak kan berdarah half Java, hahaha. Tapi plis lah, mau ambil di mana tuh pakaian adat Jawa di sini.
Bahkan pakaian adat Buton pun, saya bingung mau pinjam atau sewa di mana, nenek baru mengingatkan kalau tetangga kami ternyata menyewakan pakaian adat Buton setelah pagi hari.
Duh malesnyaaaa, akhirnya anak-anak cuman puas pakai atasan hem putih, bawahan celana panjang kain warna gelap, lalu di pinggangnya diikatkan sarung khas Buton.
Sayang, pagi tadi agak rempong, jadi nggak sempat foto-foto, hahaha.
Baca juga : Peran Parenting di Hari Pendidikan Nasional
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Hari Pendidikan Nasional diperingati bersamaan dengan hari ulang tahun pahlawan nasional yang dikenal sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara.
Dengan kata lain, hari ini diperingati sebagai bentuk penghargaan tertinggi akan jasa-jasa Ki Hadjar Dewantara dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Bapak pendidikan nasional ini lahir dari keluarga berada di Indonesia, namun selama era pemerintahan Belanda, dia terkenal dengan keberaniannya menentang kebijakan pemerintah tersebut yang hanya memberikan akses pendidikan untuk para anak kelahiran Belanda serta orang kaya.
Akibat dari aksi keberanian tersebut, dia lalu diasingkan ke Belanda, namun setelah kepulangannya di Indonesia, dia lalu mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa.
Setelah Indonesia merdeka, dia lalu diangkat jadi menteri pendidikan, dan terkenal dengan filosofinya 'Tut Wuri Handayani' (di belakang memberi dorongan), yang kemudian digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959, dan untuk menghormati jasa-jasanya pemerintah kemudian menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional, melalui Keppres no. 316 Tahun 1959 di tanggal 16 Desember 1959.
Tema Hari Pendidikan Nasional 2025
Setiap peringatan hari pendidikan nasional, selalu ada tema khusus yang diciptakan. Tahun ini, mengusung tema 'Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua'.
Tentunya tema ini memberikan ketegasan bahwa keterlibatan semua elemen masyarakat dalam membangun pendidikan yang berkualitas dan inklusif adalah penting untuk diketahui dan dilakukan.
Keterlibatan ini menyangkut kolaborasi antara pemerintah, tenaga pendidik, peserta didik, keluarga hingga masyarakat luas. Kesemuanya diharapkan bisa bersama-sama menciptakan sistem pendidikan yang adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Karena dengan kolaborasi tersebut, diharapkan mampu membantu pendidikan Indonesia dengan fondasi yang kuat sehingga terlahirlah generasi penerus bangsa yang unggul dan punya daya saing.
Hari Pendidikan Nasional 2025 dan Jurang Perbedaan Sekolah Negeri vs Sekolah Elit
Implementasi tema hari pendidikan nasional ini bikin saya teringat akan satu hal menarik, yaitu begitu lebarnya jurang perbedaan antara sekolah negeri dan sekolah elit.
Barusan saya membaca tulisan di facebook dari salah satu teman blogger. Sebagai kiprahnya di hari peringatan HarDikNas ini, dia menyoroti tentang sekolah dasar yang sangat berbeda dengan sekolah swasta (khususnya yang elit).
Terutama untuk para tenaga pengajarnya.
Dan jujur, ini juga yang saya rasakan sekarang.
FYI, anak-anak sekarang bersekolah di sekolah negeri, di daerah terpencil pula. Ya mau gimana lagi, nggak ada pilihan lain, jadi sementara dijalani aja dulu.
Meskipun dulu saya juga pernah bersekolah di sekolah daerah terpencil, tapi setelah anak-anak yang ikutan bersekolah di tempat demikian, jujur saya sedih. Tapi sekali lagi, belum ada pilihan lainnya sih.
Pertama kali memilih sekolah tersebut, jujur saya pesimis, karena udah pernah merasakan bagaimana kualitasnya. Tapi tetap harus dijalani, jadi mau nggak mau ya dihadapi aja.
Beradaptasi dengan hal-hal yang berbeda dari sekolah sebelumnya, mulai dari pelajaran yang kurang lengkap, fasilitas, jam belajar yang seringnya kosong, nggak ada kegiatan ekstra kurikuler sama sekali. Dan yang paling mengganggu adalah, kurangnya komunikasi antara guru dan wali murid.
Wow banget ini mah.
Saya harus pro aktif untuk bertanya, itupun kadang harus menunggu lama untuk mendapatkan jawabannya.
Kadang saking kesalnya menanti lama, akhirnya saya malas bertanya, lalu kebingungan sendiri tentang informasi yang menyangkut sekolah si Adik (ini khususnya SD).
Ketika pertama kali masuk, si Adik butuh waktu sampai hampir sebulan baru menemukan jadwal pelajaran setiap harinya. Saya sudah bertanya kepada wali kelasnya, tapi alasannya lupa liatin di kelas.
Hari berikutnya sengaja saya anter si Adik, lalu masuk kelas dan mengambil foto jadwal pelajaran yang ada di dinding. Keesokan harinya si Adik pulang lalu protes, katanya jadwalnya bukan yang itu, ada lagi yang lain dan terbaru.
Alhasil, selama sebulanan si Adik salah mulu bawa buku, sampai-sampai saya minta si Adik bawa aja semua bukunya, hahaha.
Alhamdulillahnya, si Adik termasuk golongan anak yang cepat tanggap, jadi meski pelajarannya berubah, rutinitas belajar juga tidak seintens di sekolahnya sebelumnya, tapi dia masih bisa beradaptasi dan mengimbangi pelajaran yang ada.
Saya lalu teringat akan sekolah anak-anak sebelumnya, si Adik yang bersekolah di sekolah swasta Islam untuk golongan menengah. Meski termasuk sekolah biasa, tapi kegiatan di sekolah tuh lancar dan aktif. Anak-anak punya banyak kegiatan, guru-guru sangat pro aktif, bahkan kadang terkesan sangat aktif menguras waktu, tenaga dan emosi maminya, hahaha.
Bayangkan, setelah terbiasa akan rutinitas tersebut, lalu berganti dengan rutinitas yang sangat santai karena tak ada kegiatan berarti, ditambah pelajaran yang sering ditiadakan dengan berbagai alasan gurunya.
Jadi ingat akan perkataan beberapa orang, di mana:
"Sekolah di mana saja itu sama!"
Oh tidak ya!
Jangankan antara sekolah swasta dengan basic Islam dan sekolah negeri. Bahkan sama-sama sekolah swasta dengan basic Islam, tapi biayanya berbeda, kualitasnya juga berbeda.
Sekolah dengan biaya yang mahal seringnya jauh lebih baik dalam hal kualitas, dibanding sekolah dengan biaya yang lebih terjangkau.
Seperti sekolah si Kakak ketika SD bersekolah di SDI yang terbilang lumayan mahal biayanya. Ketika SMP dia pindah ke yayasan sekolah Islam yang biayanya lebih terjangkau. Hasilnya si Kakak banyak mengalami culture shock akan semua hal di sekolahnya.
Sebagai parents, saya pun merasakan sendiri bagaimana perbedaan kualitasnya. Misal, ketika berada di sekolah Islam yang lebih elit, saya sering melihat murid-murid yang bersikap sopan dan santun.
Kalimat-kalimat yang religi dan 'adem' selalu terucap dari mulut anak-anak sekolah di situ.
"Masya Allah"
"Alhamdulillah"
"Astagfirullah"
Dan lain sebagainya.
Meanwhile ketika berada di sekolah Islam yang biayanya lebih terjangkau, kata-kata mengerikan seperti,
"Anjing!"
"Anjir!"
"Asu!"
"Cuk!"
Dan semacamnya, selalu terdengar dari mulut banyak murid.
Apalagi sekolah negeri kan ye?.
I mean, dibalik peringatan hari pendidikan nasional seperti hari ini, rasanya menyedihkan melihat jurang perbedaan yang dalam antara sekolah negeri dan sekolah elit.
Memang sih, konon ada juga sekolah negeri yang lebih lumayan, tapi biasanya sekolah demikian sekolahnya anak-anak orang kaya, karena masuknya biasanya... *ya gitu deh! **YTTA.
Dan khusus untuk sekolah negeri, terutama yang guru-gurunya malas untuk lebih pro aktif kepada wali murid, plis lah semoga dengan peringatan HarDikNas 2025 ini, bisa lebih mengimplementasikan temanya, untuk berkolaborasi akan pendidikan anak.
Karena, sejatinya pendidikan anak hanya akan berjalan dengan baik dan maksimal, jika ada kerja sama yang solid antara tenaga pengajar dan wali murid.
Agar apa yang sudah anak pelajari di sekolah, juga bisa singkron dan berkesinambungan dengan di rumah.
Kesimpulan dan Penutup
Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025 ini seharusnya bukan sekadar momen memakai baju adat atau sekadar formalitas seremonial. Tapi juga jadi ajang refleksi besar bagi kita semua, khususnya pemerintah dan para pemangku kebijakan pendidikan, untuk melihat kembali realita yang terjadi di lapangan.
Bahwa hingga hari ini, kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat timpang. Masih ada sekolah yang kekurangan fasilitas, kekurangan tenaga pengajar yang berdedikasi, bahkan kekurangan komunikasi yang seharusnya menjadi jembatan antara sekolah dan rumah.
Dan ya, saya menyaksikannya langsung, karena saya ada di dalamnya, sebagai parent yang anak-anaknya bersekolah di sekolah negeri di daerah terpencil, setelah sebelumnya merasakan pendidikan di sekolah swasta yang jauh lebih tertata.
Semoga saja tema besar tahun ini, "Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua", tidak hanya jadi sekadar slogan, tapi bisa benar-benar diwujudkan. Karena anak-anak Indonesia, dari manapun mereka berasal, dengan latar belakang ekonomi seperti apapun, semuanya berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu.
Karena pendidikan yang merata bukan soal seragam adat hari ini, tapi tentang masa depan anak-anak kita esok hari.
Elweel, 02-05-2025
Post a Comment for "Hari Pendidikan Nasional 2025 dan Jurang Perbedaan Sekolah Negeri vs Sekolah Elit"
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)