Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berhenti Mencintai Suami: Solusi atau Awal dari Masalah Baru?

Konten [Tampil]

berhenti mencintai suami

Pernah nggak berpikir, bahkan akan lebih mudah jika rasa cinta kita para istri, ke suami menghilang, agar tak perlu merasa terluka oleh sikapnya berulang kali.

Saya pernah, bahkan diam-diam berdoa agar cinta saya ke suami dihilangkan saja oleh-Nya. Dan sepertinya doa saya mulai dikabulkan.

Sudah beberapa tahun terakhir, saya mulai tak lagi merindukan suami. Dari yang ketika dia pergi saya biasa saja, sampai ke tahap yang saya nggak nyaman bahkan merasa anxiety ketika suami mengabarkan akan pulang dari tempat kerjanya. 

Bukan hanya itu, bahkan ketika suami ada di rumah, saya merasa nggak tenang, uring-uringan, benci banget dengan bahkan hanya baunya. Even bau parfumnya saya nggak suka. Kadang kasian juga sih ngeliat pak suami serba salah, padahal dia udah mandi yang lama, pakai deodorant yang banyak, parfum yang banyak. Tetep aja saya eneg nyium baunya.

Ini tauk ya, entah Allah memang benar-benar udah menarik semua perasaan cinta saya dari dalam hati, atau emang saya makin nggak jelas orangnya, saking udah terbiasa nggak ada dia, hahaha.

Mungkin karena sikap saya yang kayak gitu, pak suami jadi nggak nyaman di rumah, bahkan saat liburan pun dia jarang ada di rumah. Dan ketika dia nggak ada di rumah, rasanya happy dan tenang buat saya. 


Ketika Banyak Wanita Berdoa Agar Cintanya Ke Suami Dihilangkan

Momen di atas terpikirkan di saya, karena akhir-akhir ini saya sering membaca beberapa utas di Threads yang mana para wanita berdoa atau berharap agar cintanya ke suami dihilangkan.

Hal ini dilakukan lantaran betapa besarnya rasa kecewa mereka terhadap sikap suaminya. Entah karena perselisihan tak ada henti dan tanpa solusi, hingga sikap tak peduli suaminya yang terkesan bagai gejala NPD atau Narcissistic Personality Disorder.

Baca juga : NPD Tidak Sereceh Narsis di Medsos!

Saya mengerti sih kegundahan para istri tersebut. Karena seperti yang saya ceritakan di atas, kalau sayapun pernah ada di kondisi tersebut.

Lalu akhirnya diam-diam berpikir (meskipun nggak tahu apakah dulu saya pernah berdoa juga, hahaha) agar rasa cinta ke suami dihilangkan. Dengan demikian, saya nggak terlalu banyak nuntut ke suami, terserah dia mau ngapain, yang penting kewajibannya terhadap anak dipenuhi.

Dan sepertinya sudah ada di masa seperti itu sih.

Di masa kalau saya 'lebih tenang', karena mengurangi bahkan menghilangkan ekspetasi ke suami. Persis seperti impian kebanyakan istri zaman now yang banyak dicurhatkan melalui medsos, khususnya Threads.

Beberapa waktu lalu saya bahkan membaca sebuah utas, yang isinya tuh menggambarkan hubungan rumah tangganya yang tanpa rasa, dan terlihat 'tenang' oleh orang lain.

Kurang lebih seperti ini,

"Orang-orang sering bertanya, apa rahasia rumah tangga kami yang terlihat langgeng dan adem ayem. Padahal mereka nggak tahu saja kalau kami tak pernah bertengkar karena memang saya udah nggak punya rasa kepada suami. Jadi saya berhenti untuk berekspektasi ke suami, untuk hal apapun!"

Pertanyaannya adalah, apakah setelah akhirnya berhenti berekspetasi terhadap pasangan, tak lagi mengambil hati semua sikap pasangan, semuanya akan jadi lebih baik?.

Kalau saya pikir dan alami sih, enggak.

Kondisi demikian malah semacam sedang menimbun sebuah 'bom' yang bersiap 'meledak' seiring waktu berjalan.


Jangan Berdoa Agar Cinta Ke Suami Hilang Kalau Belum Siap Berpisah, Sebaiknya Lakukan Ini!

Seperti yang saya alami sudah bertahun-tahun, nggak pernah komplain ke suami terhadap hal-hal kecil bahkan apapun, selain masalah kebutuhan anak atau kewajibannya. Nyatanya bikin hubungan kami makin parah dan berakhir 'gantung' tanpa solusi.

Tapi disclaimer dulu ya, ini yang terjadi di saya, mungkin beda sama kejadian di rumah tangga orang lain.

berhenti mencintai suami sendiri


Saya meyakini rumah tangga yang terbaik itu, bukanlah sebuah rumah tangga tanpa pertengkaran, tapi rumah tangga yang diberkahi dalam usahanya mempertahankan dan memperjuangkan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah.

Sakinah adalah ketenangan, ketenteraman, atau kedamaian jiwa. Mawaddah adalah kasih sayang atau cinta atau kedekatan. Dan Warahmah adalah penuh rahmat, kasih sayang, ataupun belas kasih.

Jadi bukanlah tenang karena memang nggak bertengkar lantaran nggak peduli, tapi tetap ada pertengkaran, namun diusahakan untuk menemukan solusi dengan penuh kasih sayang.

Sehingga ketika ada yang bilang rumah tangganya tenang karena nggak peduli, itu mah bukan tenang, tapi 'sedang menunggu waktu untuk hal yang lebih buruk' terjadi.

Ya salah satunya kayak yang terjadi di rumah tangga saya, di mana saya udah belajar berdamai dengan semua sikap suami, yang sesukanya, yang memutuskan sesuatu tanpa peduli persetujuan dari saya.

Nyatanya, semua itu berakhir dengan penelantaran keluarga yang serius.

Masalah besarnya adalah, saya udah nggak punya energi untuk memperbaiki hal ini, sementara berharap suami yang memperbaiki, kayaknya sebuah hal yang berat.

Dan saya udah terbiasa untuk tidak berharap ke orang lain, melainkan fokus ke diri sendiri.

Jadi, seharusnya untuk masalah hubungan rumah tangga ini saya usahakan sendiri, demi diri sendiri, toh juga mau pisah juga belum memungkinkan, alias belum melihat ada untung dan positifnya.

Hasilnya? jadilah terombang ambing nggak jelas.

Nggak ada komunikasi, memutuskan semua seorang diri, berat banget rasanya melangkah, anak-anak juga jadi nggak terurus dengan baik, karena semuanya saya putuskan sendiri. 

Kadang keputusan saya menemui jalan buntu, dan saya kebingungan sendiri sementara bapaknya anak-anak cuek dan paling banter nyalahin keputusan saya aja.

Ujung-ujungnya sakit hati lagi sih.

Intinya, kehidupan saya setelah merasakan 'nggak punya ekspektasi ke suami' tuh memang sekilas tenang, tapi nyatanya menyisakan masalah yang tanpa solusi serta ganggu banget.

Ya kan sama aja dengan ketika kita punya ekpektasi ke suami, lantaran masih cinta kan.

Bedanya, kalau masih cinta, minimal kita eh maksudnya saya, punya energi besar untuk berjuang cari solusi yang lebih baik.

Salah satunya berjuang memperbaiki hubungan yang sudah babak belur nggak karuan.

That's why saya pikir, doa dan permintaan serta harapan menghilangkan cinta pada suami itu kurang bahkan sangat tidak bijak, terutama jika memang kita belum siap untuk berpisah dengan suami.


Lalu gimana dong?    

Menurut saya, alih-alih berdoa agar cinta ke suami dihilangkan, mending berdoa agar Allah mudahkan kita untuk bisa mengubah prespektif cinta kita ke suami.


Caranya?

Dengan memakai rasa cinta kita ke suami, untuk fokus ke diri sendiri dalam arti yang positif.


Maksudnya gimana tuh?

Jadi gini, fokus ke diri sendiri itu, adalah berusaha untuk memperbaiki diri, demi kebaikan diri, tanpa harus mengorbankan cinta ke suami jadi hilang.

Misal gini, saya yang awalnya bermasalah dengan nggak setuju pola pikir suami yang terobsesi dengan kebahagiaan dalam bentuk uang, tapi nggak punya rencana untuk itu.

Dulunya, karena cinta saya ke suami, saya memaksa dia untuk ikutin cara saya. Segala cara saya lakukan yang seringnya sih pakai tantrum nggak jelas kayak anak kecil.

Padahal bisa diubah dengan cara, memikirkan komunikasi yang lebih asertif, sehingga bisa mengarahkan suami tanpa melukai harga dirinya.

Bahasa mudahnya sih 'belajar lebih sabar dan bijak'.

Ketika suami memutuskan sesuatu sesuai keinginannya, meskipun hati kita nggak setuju, tetap aja didukung, tapi diarahkan dengan lembut sehingga menyentuh hatinya, tanpa melukai harga diri dan egonya.

Susah ya?, emang! hahaha.

Makanya saya bilang, berdoa minta bantuan Allah.

Apa sih yang enggak buat Allah, apalagi untuk niat yang baik, ye kan?.

Toh kan sama aja, kita berdoa ke Allah untuk dihilangkan perasaan cinta kita ke suami, padahal perasaan itu adalah modal utama untuk bisa berjuang dalam kehidupan rumah tangga.

Kenapa nggak dialihkan saja doanya untuk dibantu bisa jadi istri yang sabar dan bijak, dengan menjadikan cinta yang masih ada di hati sebagai bahan bakar yang menyalakan semangat untuk berjuang.

Jalannya memang tak mudah, mungkin juga akan menimbulkan gesekan keras, yang pastinya akan dirasakan tak nyaman oleh anak-anak juga.

Tapi jika pada akhirnya kita bisa memenangkan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah dan bertahan menua dengan bijak bersama. Anak-anak juga akan belajar memaknai luka yang mereka dapatkan dari 'gesekan' orang tuanya, sebagai sesuatu yang pelajaran penting dalam hidup.

Ketimbang diberikan suasana rumah yang tenang, tapi dalam diam.

Ah tentu saja anak-anak bisa merasakan suasana yang nggak intim yang terjadi pada kedua orang tuanya.

Pokoknya begitu lah, menurut pengalaman dan opini saya, meskipun mungkin berbeda dengan yang lain. Tapi setidaknya pengalaman ini bisa menjadi renungan buat pasangan lain, khususnya para istri.

Bahwa, sebelum berdoa agar dihilangkan perasaan cinta ke suami, sementara belum bisa berpisah, sebaiknya pikirkan kembali.

Karena setelah cinta hilang, akan sulit untuk bisa berjuang, karena tak ada lagi yang bisa menjadi penyemangat dalam menjalani hal yang paling sulit di dunia ini.

Yaitu menaklukan ego diri sendiri.

How about you, parents?


Buton, 26-05-2025

Post a Comment for "Berhenti Mencintai Suami: Solusi atau Awal dari Masalah Baru?"