Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Syarat Poligami Adil, Dalam Logika dan Perasaan Istri

Konten [Tampil]

Syarat Poligami Adil, Dalam Logika dan Perasaan Istri

Parenting By Rey - Syarat poligami yang saya tulis ini, sama sekali diambil berdasarkan opini yang dipikirkan oleh logika saya sebagai wanita, jadi.. mungkin tidak terlalu membahas agama, karena saya merasa tidak kompeten untuk itu.

Daripada saya menuliskan hal yang salah kan ye, mending parents yang memang butuh tahu syarat poligami dalam Islam, bisa cari di website yang kompeten tentang Islam, dan jangan lupa kroscek di Alquran langsung, biar lebih puas.

Luar biasa si Mami Rey ini ya, adaaaa aja yang dia pikirkan, bisa-bisanya bahas poligami, sebuah hal yang identik dengan berbagi, padahal ya, si Mami Rey ini, bahkan berbagi jajan sama anaknya aja, kadang perhitungan juga, hahaha.

Astagfirullah... 

Enggak sih, tulisan ini terbersit idenya, ketika saya mendengarkan buku dari aplikasi baca buku, yang berjudul Ayah, sebuah cerita tentang Buya Hamka, yang ditulis oleh anaknya, Irfan Hamka.

Buku tersebut begitu luar biasa buat saya, namun yang paling berkesan adalah, sebuah kisah yang diceritakan di awal buku tersebut, bukan kisah Buya Hamka langsung, tapi interaksi sang Buya terhadap tamu-tamu yang sering datang meminta nasihat kepadanya.


Ketika Poligami Terjadi dengan Paksaan atau Tak Terencana, Apakah Syarat Poligami itu Benar?


Terkisah, suatu sore, dua orang wanita datang ke rumah Buya Hamka, seorang sudah agak sepuh, dan seorang adalah wanita yang masih terbilang muda.
Buya menerima kedua wanita ini di teras rumahnya.   

Syarat Poligami Adil, Dalam Logika dan Perasaan Istri

Setelah berbasa-basi sejenak, wanita yang masih terbilang muda itu memulai ceritanya kepada Buya, intinya dia datang hendak meminta nasihat, akan rencananya yang ingin bercerai dari suaminya.

Buya, dengan sabar dan tenang menanyakan alasannya, dan dengan menahan tangis sang wanita itu menjelaskan, kalau dia baru mengetahui kalau suaminya telah menikah lagi dengan teman kantornya yang masih muda, secara siri.

Suaminya juga sudah jarang pulang ke rumah, kalaupun pulang, dia hanya mengantarkan biaya hidup dan biaya pendidikan anak mereka, setelah itu sang suami pergi lagi, tanpa mengatakan sepatah katapun.

Belakangan sang wanita tahu, kalau suaminya tersebut, telah tinggal bersama istri sirinya tersebut, dan memang telah menikah siri, tanpa sepengetahuannya.

Sedih ya.

Namun, Buya Hamka, dengan tenang sambil meminta maaf, menanyakan hal yang sensitif dalam rumah tangga, yaitu aktifitas seksual suaminya.
Lalu,  mengalirlah cerita dari sang wanita tersebut.

Ternyata, si wanita dan suaminya dulunya merupakan pasangan muda mudi dengan usia sebaya, yang saling mencintai.
Mereka memulai semuanya bersama dari bawah, selama ini mereka hidup harmonis, tak pernah ada masalah yang berarti dala kehidupan rumah tangganya.

Sampai pada suatu saat, karena faktor usia dan kelelahan, sang wanita mulai merasa kewalahan meladeni suaminya di atas ranjang.

Sementara itu, semakin bertambah usia, sang suami sama sekali tak pernah kehilangan semangat dalam aktifitas seksualnya, bahkan semakin bertambah usia, semakin menjadi-jadi.

Hal itu, ternyata menjadi masalah dalam rumah tangga mereka.
Sang suami jadi sering uring-uringan, karena istrinya selalu menolak melayaninya di ranjang.
Sang wanita itu beralasan, terlalu lelah dengan pekerjaannya di luar rumah.

Buya Hamka mendengarkan dengan seksama, lalu memberikan nasihatnya.
Bahwa sesungguhnya, suami wanita tersebut adalah seseorang yang begitu takwa kepada Allah.

Sampai di sini saya terkejut dan mulai ilfeel.
Mulai nih, entah mengapa, semua orang yang terlihat beragama, selalu menghubungkan agama dengan poligami.

Namun, meski mulai ilfeel, saya masih setia meneruskan pendengaran akan cerita buku tersebut.

Buya Hamka meneruskan nasihatnya, bahwa suami wanita tersebut sedemikian takutnya kepada Allah, karenanya dia memilih untuk menikah lagi meski secara siri.

Adalah kodrat seorang lelaki, jika diberi hasrat seksual yang begitu tinggi, dan karena itulah Allah memerintahkan seorang lelaki yang sudah baliq dan mampu, untuk segera menikah, agar terhindar dari perbuatan zinah.

Suami wanita tersebut, sangat takut berbuat zinah, karena zinah adalah perbuatan dosa besar yang sangat dimurkai Allah.

Karenanyalah, dia memilih menikah siri, karena itu sah di mata Allah.
Dan tentunya menjadi sebuah solusi akan hasrat seksualnya yang tak pernah padam itu.

Wow, meski sedikit merasa tidak adil akan kisah tersebut, tapi saya jadi teringat dengan cerita film Surga yang Tak Dirindukan.

Di film tersebut diceritakan, kalau poligami yang dilakukan Prasetya (sang suami) adalah sebuah momen yang tidak pernah direncanakan, terjadi begitu saja.

Mungkin memang agak berbeda dengan cerita di atas, tapi saya jadi melihat satu hal yang lain dari kedua cerita tersebut, bahwa sebenarnya syarat poligami yang sering digembar-gemborkan selama ini, sebenarnya nggak terlalu penting, karena ada beberapa syarat poligami, yang seharusnya dipahami oleh wanita, khususnya.


Syarat Poligami dalam Islam


Mengutip dari https://muslim.or.id/, tentang syarat poligami dalam Islam itu ada 4, dan ke-4 syarat inilah yang paling sering digembar-gemborkan, atau diserukan dengan lantang oleh beberapa lelaki yang ngarep poligami, atau sudah poligami, hehehe.

Dan ke-4 syarat poligami dalam Islam itu adalah,:


1. Seorang yang mampu berbuat adil


Allah berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)


2. Seseorang yang aman dari lalai beribadah kepada Allah


Allah berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. At-Taghabun: 14)


3. Seseorang yang mampu menjaga para istrinya


Nabi SAW bersabda (yang artinya), “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah, maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


4. Seseorang yang mampu memberi nafkah lahir


Allah berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)

Di beberapa sumber lainnya, ditambahkan pula syarat poligami dalam Islam, yaitu:
  • Mampu berlaku adil
  • Hanya boleh menikah dengan maksimal 4 orang wanita
  • Mampu Memberi Nafkah Lahir dan Batin
  • Berniat untuk Ibadah kepada Allah
  • Tidak boleh menikahi dua wanita yang bersaudara
  • Wajib menjaga kehormatan para istri

Adil!

Iya, hampir di segala kesempatan, para wanita akan menolak poligami dengan alasan ADIL.
Di lain pihak, para lelaki yang pro poligami mencari alasan, bahwa adil yang dimaksud di sini adalah bukan berarti 100 di bagi 2, jadinya masing-masing jadi 50.

Namun, adil adalah mampu menyesuaikan sesuai kebutuhan, ditambah embel-embel semampu suami.
*sigh!


Syarat Poligami Akan Terasa Adil, Jika Alasannya Tepat


Berbeda dengan kebanyakan pemahaman orang, tentang syarat poligami adalah adil, saya malah jadi melihat sebuah syarat poligami, yang sebenarnya seharusnya itu yang diketahui, dipikirkan dan dipahami.

Syarat Poligami Adil, Dalam Logika dan Perasaan Istri

Yaitu...
Poligami itu akan terasa adil, jika memang alasannya masuk akal.

Alih-alih memikirkan adil terhadap 2 istri atau lebih, justru adilnya itu dipikirkan sejak sebelum poligami itu terjadi.

Apa saja sih alasan yang dibenarkan?
Ya kembali lagi kayak cerita di atas tadi misalnya, yang bisa saya perluas dengan kalimat, akan terasa adil, jika seorang lelaki menikah, karena memang tak cukup hanya dengan 1 wanita saja.

Iya, saya rasa, meski sakit hati teramat sangat, akan adil bagi istri maupun suami, jika memang suami menikah lagi, karena istri tak mampu menjadi pelindung bagi suaminya.

Iya, saya tahu, opini saya ini pasti akan ditentang oleh banyak wanita, tapi ya namanya juga manusia kan ye, saya juga berhak beropini, dan yang lain juga berhak tidak setuju.

Oh tentu saja, kalimat tentang istri tak mampu menjadi pelindung bagi suaminya ini sudah sampai di finalnya ya, jadi kalimat ini adalah kesimpulan final, di mana sebelumnya, udah didiskusikan, dan sudah dicarikan solusi lainnya.

Dan kesimpulan finalnya adalah,   istri tak mampu menjadi pelindung bagi suaminya.

Apa saja sih contohnya?


Istri yang tak mampu lagi melayani hasrat seksual suaminya


Istri yang tak mampu lagi melayani hasrat seksual suami, sementara hasrat suami juga tak terbendung, saya rasa jika dibiarkan dan akhirnya suami melakukan perbuatan zinah di luar, istri juga kan yang kena dosanya?

Namun, hal ini sebenarnya masih bisa dicarikan solusi, karena as we know ya, masalah seksual ini, bukan semata masalah di ranjang, banyak cara untuk mencapai hasrat tersebut dengan insha Allah halal bersama istri.

Namun, untuk mencapai hal ini, dibutuhkan suami yang super pengertian, yang ridha dengan keterbatasan istri, sehingga hal itu dijadikan amal ibadah untuknya, insha Allah.

Juga, dibutuhkan istri yang punya kesabaran dan kemampuan berkomunikasi yang baik, untuk sama-sama mengajak suami lebih mengerti kondisinya, atau juga mau mengalah untuk solusi terbaik.

Misal, kayak masalah di atas, di mana sang istri kewalahan melayani suaminya, karena kelelahan dalam bekerja.
Mau nggak mau, akan ada opsi agar istri mau merelakan karirnya, meski ini terasa nggak adil ya, tapi sekali lagi, Allah sudah menetapkan aturan-Nya, karena Dia tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya.


Istri yang tak mampu memberi keturunan kepada suaminya


Duh, takut sebenarnya saya nulis ini, takut disemprot, hahaha.
Tapi, sebelum disemprot, mohon dipahami dulu.

Semua tulisan saya ini adalah fokus di kesimpulan final.
Jadi, kayak masalah poin kedua ini, istri yang tak mampu memberikan keturunan kepada suami, offkors alasan ini setelah melalui usaha yang panjang, dan ternyata suami nggak bisa lagi menahan keinginannya untuk punya keturunan.

Tentu saja sudah melalui pemeriksaan dan memang benar masalah di istri, bukan suami.
Juga sudah menjalani berbagai usaha lainnya.
Namun bertahun-tahun juga masih gagal.

Meskipun saat ini telah marak adanya paham free child, tapi paham tersebut nggak melulu ada di semua manusia loh, masih banyak juga yang menikah dengan salah satu tujuannya adalah untuk memperoleh keturunan.

Lalu gimana kalau dibalik? suami yang ternyata bermasalah?
Nanti saya bahas di bawah deh, hehehe.

Saya rasa masih banyak alasan yang masuk akal, untuk membuat adil meski berat buat istri.
Namun saat ini, saya kepikirannya hanya 2 itu masalah yang memang berat, hahaha.

Parents bisa tambahin deh di bawah kalau ada masalah yang dinilai juga berat dan menjadikan masalah buat kedua suami istri.


Jika Syarat Poligami Tentang Adil dengan Alasannya Tak Bisa Istri Terima


Iya, saya menuliskan masalah ini, bukan berarti saya pro dan setuju dengan poligami, enggak!
Buat saya, bahkan nggak bisa membayangkan rasanya berbagi.

Syarat Poligami Adil, Dalam Logika dan Perasaan Istri

Lalu mengapa nulis hal-hal yang dirimu sendiri nggak bisa terima, Rey?   
Entahlah, mungkin karena saya pikir, masalah ini harus ada benang tengahnya, biar nggak jadi perdebatan yang bikin, seolah wanita menolak ajaran agama.

Padahal, bukan menolak, cuman memang berbagi itu sulit!
Bahkan lelaki, seandainya wanita boleh poliandri, akankah lelaki bisa menerima berbagi istri?

Saya rasa sulit juga bukan?

Terlebih, monogami saja, masha Allaaaaahh tantangannya dalam menikah itu.
Apalagi poligami, semacam bawa 1 masalah lagi, hahahaha.

Lalu, gimana sih biar meminimalisir terjadinya poligami yang bikin hancur hati itu?

Tidak ada cara lain, selain adanya pembicaraan sebelum menikah, dan bukan hanya bicara doang, tapi juga periksa woiii, hehehe.

Saya pikir, memeriksakan kesehatan itu, jauh lebih penting dari memeriksa keuangan, hehehe.
Iya kan..
Kalau menikah, keuangan sulit, masih bisa diusahakan.

Tapi menikah, tapi masalahnya seksualitas dan keturunan, itu luar biasa sulitnya untuk bisa menerima hal tersebut.

Dan bagi suami yang memang ridha jika punya istri dengan masalah demikian, semoga Allah limpahkan lebih banyak keberkahan-Nya untuk suami-suami seperti itu.

Ini sama dengan istri, yang kalau dibalik, gimana seandainya suami yang bermasalah?
CMIIW, parents bisa cari kebenarannya di Al Quran atau yang lebih paham Islam, bahwa sesungguhnya, istri berhak mengajukan cerai, jika suaminya punya masalah dan sang istri tidak tahan atau ridha.

Namun, Allah menjanjikan keberkahan dan amal berlipat, untuk istri yang sabar menerima kekurangan suaminya.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Demikianlah opini saya tentang syarat poligami yang sering disuarakan banyak orang, yaitu adil.
Adil dalam poligami, seharusnya bukan hanya saat sudah terjadi poligami saja, tapi akan lebih adil, kalau sudah ada keadilan, dalam alasan poligami.

How about you, parents?  

Sidoarjo, 22 April 2022


Sumber: opini pribadi
Gambar: Canva edit by Rey

6 comments for "Syarat Poligami Adil, Dalam Logika dan Perasaan Istri"

  1. Berat banget topik ini karena aku ga pernah paham ama perpoligamian karena di agamaku emang ga kenal poligami mba, jgnkan poligami, cerai aja nggak boleh, jadi pernikahan itu sekali untuk seumur hidup, kecuali pasangannya meninggal, cerai mati statusnya, bisa menikah lagi.

    Kalau yg di film SYTD itu nyesek bgt sih, ngapa2in kagak tp dinikahi perempuan itu, kasian istri pertamanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya say, pernah liat konten tentang nggak boleh nikah, kecuali pasangan meninggal, jadi bahkan cerai pun, kalau pasangan masih hidup, nggak boleh nikah lagi ya?

      Sebenarnya, poligami itu untuk mengurangi jumlah istri orang-orang di masa lalu, sayang sekarang disalah gunakan :(

      Delete
  2. Selalu ada jalan ketika hati dan pikiran dibuka. Pernikahan bukan selalu tentang seks yang selalu dijadikan arah pembenaran bagi sebuah poligami.

    Bagaimana ketika situasinya dibalik, dimana istri memiliki hasrat yang tinggi sedang suami tidak mampu, apakah ia diperkenankan untuk memiliki 2 suami?

    Pola budaya yang menekankan bahwa suami memiliki hak lebih dari istri menurut saya sih sudah obsolete banget. Bahkan, meski hal itu diajarkan dalam agama yang saya anut Islam, saya merasa bahwa sudah seharusnya pemikiran itu diubah karena tidak mencerminkan sama sekali kesetaraan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itulah Pak, kesannya tak adil buat perempuan, saya sering mendapatkan jawaban itu, katanya wanita berhak minta cerai kalau suami tidak bisa memberikan nafkah batin itu dengan baik, tapi rasanya kok ganjal aja.
      Kalau lelaki boleh mendua, wanita hanya boleh milih pisah atau terima, huhuhu

      Delete
  3. Hm .... Kadang saya sulit percaya kalau alasan suami nambah bini gara2 urusan ranjang. Bukankah perempuan itu ibarat tanah mau digali atau dicangkul demi keperluan menanam dia tak pernah menolak. Paling kurang komunikasi saja. Kalau benar alasan seksual suami menikah lagi, saya yakin 100% kalau dibicarakan baik2 dan terbuka, istri pasti bisa berubah sikap untuk memperbaiki kekeliruannya. Yang susah ini menghalangi suami mencari pembenaran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ujung-ujungnya memang masalah utama di komunikasi ya Bu, dan tentu saja dengan segala pembenaran :D

      Delete